Selain pembacaan dokumen TPF Munir yang dimotori KontraS dan Kedai Kalimetro ini, turut juga digelar pemutaran film aktivis HAM Munir Said Thalib yang terbunuh 15 tahun silam. Acara ini digelar di Kedai Kopi Kalimetro Jalan Joyosuko Metro, Kota Malang, Rabu (16/10/2019).
Koordinator KontraS, Yati Andriani mengatakan ketika pemerintah menyatakan bahwa dokumen TPF kasus Munir lenyap atau tidak diketahui keberadaannya. Anak-anak muda disini (Malang) justru bisa membuktikan, jika dokumen tersebut ada.
"Ini singgungan kita, ketika pemerintah menyatakan dokumen TPF Munir dinyatakan hilang atau tidak diketahui keberadaannya, anak-anak muda di sini bisa menunjukkan bahwa dokumen itu, jika mau dicari ada dan sangat mungkin untuk diumumkan," terang Yati kepada wartawan di lokasi.
"Anak-anak muda yang tidak punya otoritas politik bisa membacakan, lantas mengapa negara yang punya otoritas politik, penegakan hukum dan kekuasaan tidak berani?," sambungnya.
Menurut dia, ketika pemerintah bungkam, suara publik adalah kekuatan untuk mendorong adanya penuntasan kasus Munir. Karena, dokumen TPF Munir adalah milik publik, yang semestinya diumumkan oleh pemerintah. Karena TPF dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2004 tentang pembentukan Tim Pencari Fakta kasus meninggalnya Munir.
"Kekuatan kita adalah tekanan dan desakan masyarakat. Ketika pemerintah bungkam, kekuatan kita adalah suara publik, untuk kasus-kasus yang belum terselesaikan. Salah satunya Cak Munir. Semoga ini bisa menjadi evaluasi terhadap pemerintah utk segera menyelesaikan kasus munir," ujarnya.
Ditanya fakta-fakta apa yang berhasil diungkap TPF dalam dokumennya, Yati menyebut dokumen TPF bukan hanya berisi informasi atau kalimat-kalimat saja. Melainkan dokumen tersebut menjelaskan runtutan peristiwa yang terjadi secara baik.
"Dan benar, ada permufakatan jahat dari pembunuhan Munir dan berkomplot, itu yang pertama. Selanjutnya, ada poin pembunuhan terhadap Munir menggunakan otoritas agensi negara, yang diduga dalam hal ini adalah Badan Inteljen Negara, dan disebutkan dalam dokumen itu, sejumlah nama anggota BIN atau mantan anggota BIN saat itu," beber Yati.
Ditambahkan, poin ketiga mengungkap dugaan keterlibatan maskapai Garuda sebagai satu perusahaan yang digunakan untuk merencanakan pembunuhan Munir. Dan bagaimana kesulitan anggota TPF, dalam upaya mengumpulkan bukti-bukti dan informasi terkait kasus pembunuhan Munir.
"Di antaranya, kesulitan itu didapat tidak kooperatifnya institusi Badan Intelijen Negara. Menurut saya, persoalan-persoalan itu tetap dihadapi. Makanya kasus Munir sampai sekarang tidak bisa diungkap, karena otoritas negara tidak berani mengusut tuntas. Ada dugaan kuat, orang-orang tersebut punya latar belakang posisi politik yang kuat, dan bahkan orang-orang tersebut hari ini diduga justru berlindung pada ketiak kekuasaan pemerintah," urainya.
Menurut dia, cara pemerintah cukup menyedihkan dengan menyatakan dokumen TPF hilang atau tidak diketahui keberadaannya. Sehingga pemerintah tidak harus mengumumkan dokumen TPF Munir kepada publik.
"Ini betul-betul menghina akal sehat kita. Makanya dengan membacakan dokumen TPF Munir ini, sekali lagi, sebetulnya sebagai cara untuk menjaga akal sehat kita semua untuk tidak mau terus dibohongi oleh penguasa," tutur Yati Andriani.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini