Tema ini mengisahkan perlawanan prajurit pahlawan Rempeg Jogopati yang terus melakukan perlawanan terhadap Belanda. Mereka mendapat dukungan secara diam-diam dari Bupati Banyuwangi pertama, Mas Alit. Namun, dukungan ini terendus oleh VOC, dan Mas Alit dipanggil ke Semarang.
"Penjajah lalu melakukan langkah licik dengan menaikkan Mas Alit ke kapal berbendera VOC. Para prajurit yang sudah siap melakukan perlawanan di laut dengan membawa Panji Sunangkoro," ujar Budianto, Ketua Panitia Gandrung Sewu 2019, Sabtu (12/10/2019).
![]() |
"Begitu melihat kapal VOC melewat mereka langsung menyerang kapal tersebut tanpa tahu bahwa di dalamnya ada Mas Alit," tambahnya.
Perlawanan gigih terhadap kolonial inilah yang divisualisasikan ribuan penari Gandrung dalam sebuah pagelaran seni kolosal ini. "Kita visualisasikan dengan tari dan gerak. Kita latihan lebih dari 3 bulan," tambahnya.
Budayawan Banyuwangi Abdullah Fauzi menambahkan, Panji-Panji Sunangkoro yang menjadi tema Gandrung Sewu 2019 adalah panji perang berupa kepala serigala melolong. Panji Sunangkoro digunakan pasukan Rempeg dalam medan tempur Puputan Bayu.
"Lambang itu untuk menciptakan suasana mencekam dan menciutkan nyali musuh. Sekarang juga biasa digunakan di awal film horor untuk menciptakan suasana mencekam," kata Fauzi.
Namun kisah yang diangkat kali ini bukan Perang Puputan Bayu, melainkan matinya Mas Alit di laut utara Gresik. Sebelum Mas Alit, beberapa bupati yang dianggap memihak pejuang Banyuwangi ditangkap dan diasingkan oleh VOC.
![]() |
Mas Alit dianggap memihak VOC oleh pejuang bekas pasukan Rempeg. Apalagi Mas Alit naik kapal laut berbendera Belanda menuju Semarang untuk memenuhi undangan penguasa pantai utara dari VOC.
Sebagian pasukan Rempeg, setelah Puputan Bayu, tetap melawan dengan merompak kapal-kapal laut berbendera Belanda di laut. Mendengar Mas Alit akan bertemu pejabat VOC membuat mereka geram dan merencanakan penyerangan.
"VOC tahu bekas pasukan Rempeg selalu menyerang kapal laut berbendera Belanda. Mereka diadu domba," kata Fauzi.
Kapal yang membawa Mas Alit dan bekas pasukan Rempeg betul-betul bertemu dan berperang di laut utara Gresik tahun 1782. Mas Alit terbunuh, padahal secara diam-diam dirinya mendukung pejuang Banyuwangi merdeka dari Belanda.
Fauzi mengatakan jasad Mas Alit tenggelam di laut, yang kembali ke Banyuwangi hanya baju kebesarannya. Penyerahan replika baju kebesaran Mas Alit kepada Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, menjadi bagian adegan penutup Gandrung Sewu 2019.
Dia juga mengatakan, Belanda dalam catatan sejarahnya menulis Mas Alit tewas dibunuh perompak di laut. Padahal dari sudut pandang warga Banyuwangi, penyerangan kapal-kapal berbendera Belanda dilakukan pejuang Banyuwangi, bukan perompak.
"Pejuang-pejuang ini sudah berpamitan pada keluarga dan minta diikhlaskan bila tak kembali. Mereka justru sedang mempertahankan tanahnya," pungkas Fauzi.
Halaman 4 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini