"Hasil uji laboratorium oleh ahli antropologi forensik Unair, serpihan itu tempurung kelapa dan tulang hewan dari famili kerbau dan sapi," kata Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho saat dihubungi detikcom, Kamis (10/10/2019).
Salah satu tulang yang ditemukan di dalam petirtaan suci Majapahit, Dusun Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro berupa gigi binatang. Menurut Wicaksono, binatang tersebut diduga terseret banjir lahar dingin dari Gunung Kelud di Kediri pada masa lalu. Sehingga terkubur di dalam petirtaan.
"Kalau tempurung kelapa bisa jadi wadah minum saat ritual, bisa juga batok kelapa yang diisi sesaji untuk ritual, atau kelapa yang ikut terbawa banjir lahar dingin," terangnya.
Serpihan yang sempat diduga tengkorak manusia itu ditemukan para arkeolog BPCB Jatim yang mengekskavasi bagian dalam petirtaan suci Majapahit. Rencananya, ekskavasi tahap 2 selama 10 hari, yaitu 1-10 Oktober 2019. Namun, penggalian arkeologis dihentikan 8 Oktober karena adanya agenda ekskavasi di tempat lain.
"Ekskavasi situs Sumberbeji akan kami lanjutkan awal November 2019," ujar Wicaksono.
Selama 8 hari ekskavasi, kata Wicaksono, pihaknya berhasil menemukan saluran pembuangan air petirtaan suci Majapahit. Kanal buang itu berada di dinding utara petirtaan yang menuju ke arah timur, yaitu ke areal persawahan milik warga Dusun Sumberbeji. Saluran yang berhasil disingkap baru sepanjang 10 meter.
"Kemungkinan saluran buang masih panjang, tapi posisinya terpendam di sawah milik warga. Untuk ekskavasi, kami butuh izin dari pemilik lahan dan memberikan kompensasi," jelasnya.
Selain itu, ekskavasi tahap 2 juga menemukan retuntuhan yang diduga menara bagian tengah petirtaan. Menara yang sudah ambruk itu terpendam sedalam satu meter di sudut timur laut kolam. Sedangkan menara lebih kecil ditemukan di sudut barat daya petirtaan. Di bawah reruntuhan menara inilah serpihan yang sempat dikira tengkorak manusia ditemukan.
Kerusakan pada petirtaan suci Majapahit ini terjadi akibat terjangan banjir lahar dingin dari Gunung Kelud pada masa lalu. Hal itu berdasarkan hasil penelitian ahli geologi ITS Surabaya terhadap sedimentasi lumpur dan pasir di dalam petirtaan. Lumpur dan pasir mengubur bagian dalam kolam sedalam 2 meter.
"Target ekskavasi kami untuk menampakkan bagian dalam kolam. Setelah itu kami mencari saluran buang untuk dinormalisasi supaya situs Sumberbeji tidak terendam air," pungkas Wicaksono. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini