"Belum ada yang ditangkap. Sulit tentunya menangkap. Kawasan Tahura terbuka dan luas, bebas keluar masuk lewat manapun. Ketika kita tahu kebakaran, orangnya mungkin sudah lari. Sangat jauh. Jarak kita ke lokasi kebakaran bisa 5-10 jam," kata Kepala UPT Tahura R Soerjo, Ahmad Wahyudi, Senin (23/9/2019).
Wahyudi mengatakan pihaknya selalu melakukan patroli. Bahkan patroli juga melibatkan personel TNI-Polri.
"Koordinasi dengan polri dan TNI, selalu melakukan patroli. Tapi dengan luasan begitu kita tetap kesulitan. Kalau untuk pengamanan kita punya 95 personel. Sementara luas kita 27.800 hektar di enam daerah. Sekali keliling (patroli) kawasan itu 200 kilo meter," terangngya.
Karena itu, Wahyudi berharap peran aktif masyarakat. Masyarakat diminta ikut menghalau atau melaporkan perburuan liar ke petugas.
"Kami sangat berharap partisipasi masyarakat sebetulnya. Kalau ada aktivitas dari oknum-oknum tak bertanggung jawab masuk tolong segera laporkan ke aparat, lapor ke Tahura lah. Ikut membantu. Tanpa itu kita nggak bisa mencegah seratus persen," ungkap Wahyudi.
Selain itu masyarakat diharapkan ikut menumbuhkan rasa memiliki hutan. Kerusakan hutan bisa menyebabkan bencana ekologi yang berdampak luas.
"Itu hutan kita bersama. Tahura ini kan hanya lembaga yang harus bertanggung jawab apabila terjadi seperti sekarang ini. Persepsi di masyarakat seolah hutan ini urusan Tahura padahal manfaatnya untuk semuanya masyarakat dan semua makhluk hidup yang tergantung kawasan," jelas Wahyudi.
"Harapan kita warga aktif, kesadaran masyarakat harus ditumbuhkan. Jangan iseng berburu terus bakar-bakar, akibatnya sangat fatal. Di kemudian hari mungkin mereka tak mempertimbangkan anaknya kuliah di Surabaya sementara di Surabaya airnya habis. Penting menumbuhkan kesadaran menjaga kawasan konservasi. Manfaatnya bukan hanya pengelola. Kami ini hanya pegawai," urai Wahyudi.
Rangkaian kebakaran di kawasan Tahura disebabkan aktivitas ilegal masyarakat berupa perburuan liar. Masyarakat yang tak bertanggung jawab masuk ke hutan melakukan perburuan liar dan menciptakan api serta menyebabkan kebakaran.
Selama rentang waktu September 2018-September 2019, terjadi serangkaian kebakaran di kawasan Tahura. Semuanya disebabkan aktivitas ilegal masyarakat, berupa perburuan liar.
Pada September 2018 terjadi kebakaran hebat di wilayah Kabupaten Pasuruan dan Malang. Selang beberapa bulan, tepatnya pada Juli 2019, kebakaran kembali terjadi. Kebakaran saat itu di sejumlah lokasi antara lain di puncak Arjuno wilayah Kota Batu dan Gunung Welirang di wilayah perbatasan Prigen-Trawas.
Pada 29 Agustus 2019, kebakaran terjadi di Gunung Welirang kawasan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Pada 13 September kebakaran kembali terjadi Blok Kedung Wajan, Gunung Welirang wilayah Kecamatan Prigen. Kebakaran di Blok Kedung Wajan ini meludeskan lebih dari 100 hektar lahan.
Berselang beberapa hari setelah kebakaran di Blok Kedung Wajan padam, api kembali berkobar di jalur pendakian kawasan Pondokan, Blok Srangkul dan Pal. Kebakaran di kawasan Prigen ini padam pada Kamis (19/9). Kebakaran terakhir ini meludeskan sekitar 100 hektar lahan dan hutan.
Simak juga video "BNPB Curhat Sulitnya Atasi Karhutla di Beberapa Wilayah Indonesia":
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini