Dalam dua tahun tersebut, Parmi diduga menggelembungkan anggaran berbagai program dan kegiatan desanya. Ia juga diduga membuat sejumlah kegiatan fiktif. Misalnya pengadaan karpet untuk masjid atau musala. Kenyataannya, barang tersebut tidak diterima pihak masjid.
"Program atau kegiatan fiktif ini ditemukan, baik bidang fisik maupun nonfisik," kata Kasi Pidsus Sapto Legowo, Selasa (17/9/2019).
Menurutnya, pembangunan infrastruktur juga kerap melibatkan anggota keluarganya sebagai jasa transportasi pembangunan jalan desa dengan harga di atas pasaran. "Tersangka kami lakukan penahanan selama 20 hari mendatang, untuk selanjutnya dilimpahkan ke PN Tipikor Surabaya," kata dia.
Mantan kades yang menjabat pada 2014-2019 itu diduga menggarong uang negara tak kurang dari Rp 523 juta, yaitu lewat berbagai program maupun kegiatan fiktif selama 2015-2016.
"APBDes Desa Kambeng 2015 sebesar Rp 277 juta dan tahun 2016 APBDes sebesar Rp 356 juta. Total Rp 523 juta," terangnya.
Tahun 2015, Kambeng menerima Dana Desa (DD) sebesar Rp 277 juta dan Alokasi Dana Desa (ADD) Rp 356 juta. Kemudian pada 2016, desa menerima DD sebesar Rp 622 juta serta ADD sebesar Rp 379 juta.
"Kami sangkakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU 20/2001 tentang Tipikor," pungkasnya. (sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini