Ekskavasi yang dilakukan tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim berlangsung 8-18 September 2019. Para arkeolog telah menemukan 2 pancuran (jaladwara) yang berbentuk kepala naga. Dengan begitu, sudah 3 pancuran ditemukan di situs petirtaan peninggalan zaman Majapahit ini.
Jaladwara biasanya menempel pada dinding kolam. Terdapat lubang di tengahnya yang menjadi jalan keluarnya air. Pancuran air berbentuk kepala naga menandakan petirtaan ini pada masa Majapahit menjadi tempat menyucikan diri. Karena kepala naga berkaitan dengan konsep amerta atau air suci.
Selain itu, selama sepekan ekskavasi, tim BPCB Jatim berhasil menyingkap sebagian dinding sisi barat dan selatan petirtaan. Dinding kolam ini tersusun dari bata merah kuno. Dinding sisi barat yang sudah nampak membentang dari selatan ke utara sepanjang 8 meter, lebar 1,2 meter dan tinggi 1,7 meter.
Sedangkan dinding sisi selatan membentang dari barat ke timur sepanjang 10 meter, lebar 0,8 meter dan tinggi 1 meter. Kedua dinding ini bertemu pada sudut barat daya sehingga membentuk siku bangunan petirtaan.
"Target kami pada ekskavasi tahap pertama ini sudah menampakkan denah petirtaan. Sehingga tahap selanjutnya tinggal membersihkan bagian tengah dengan aman tanpa mengganggu strukturnya. Selain itu 10 hari ini kami juga memastikan kedalaman lantai petirtaan," kata Arkeolog BPCB Jatim Nugroho Harjo Lukito kepada wartawan di lokasi ekskavasi, Sabtu (14/9/2019).
Berdasarkan hasil survei penyelamatan awal Agustus 2019, luas bangunan petirtaan suci ini diperkirakan mencapai 18 x 24 meter persegi. Dengan demikian, sebagian besar struktur kolam masih terpendam di dalam tanah. Karena bagian yang sudah ditemukan baru pada sudut barat daya.
Nugroho menilai, situs petirtaan ini mempunyai potensi yang tinggi untuk dipugar. Sehingga bisa menampakkan bentuk aslinya seperti pada zaman Majapahit dulu.
"Karena tingkat kerusakan hanya bagian atas, sekitar 25 persen dari keseluruhan struktur. Kalau dilakulan kajian teknis, masih mungkin dilakukan pemugaran," terangnya.
Sebelum memugar, lanjut Nugroho, pihaknya harus lebih dulu mengekskavasi situs ini untuk menampakkan seluruh bangunan petirtaan yang masih tersisa. Menurut dia, setidaknya dibutuhkan 4 tahap ekskavasi agar semua bagian petirtaan yang masih terpendam bisa terungkap.
"Harapan kami ada sharing anggaran dari pemerintah (Pemkab Jombang). Karena BPCB hanya mampu menganggarkan satu tahap per tahun. Kalau ada anggaran dari Pemda, setiap tahap bisa diperpanjang waktunya lebih dari 10 hari. Sehingga volume bangunan yang kami tampakkan lebih luas lagi," tegasnya.
Nugroho menambahkan, petirtaan suci ini diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Ratu Tribhuwana Tunggadewi. Putri Raden Wijaya itu memimpin Majapahit sekitar 1328-1351 masehi.
"Indikasinya berdasarkan temuan keramik dari China yang sama masanya dengan Tribhuwana, tapi itu belum bisa menjadi patokan, masih mungkin berubah kalau nantinya kami menemukan data yang lebih valid," tandasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini