Fachruddin merupakan mahasiswa Departemen Teknik Elektro. Ia dikukuhkan sebagai seorang sarjana dalam wisuda ke-120 ITS.
Tak banyak yang mengetahui jika ia baru berusia 19 tahun. Kecuali teman-teman seangkatannya serta dari Unit Kegiatan Mahasiswa Tari dan Karawitan (UKTK) yang diikutinya. Wajah dewasanya tidak menggambarkan jika usianya masih kurang dari 20 tahun.
Fachruddin masuk SD di usia yang terbilang dini, yakni 4 tahun. Kala itu, batasan umur bagi siswa SD memang tidak begitu ketat. Terlebih ia tinggal di desa bersama neneknya.
Tanpa mencicipi Taman Kanak-Kanak (TK) terlebih dahulu, ia bersekolah di bawah penjagaan neneknya yang juga mengajar di sana. "Kalau mau masuk TK dulu, nggak ada yang menjaga, dan saat itu saya juga sudah dianggap mumpuni untuk bisa langsung masuk SD," terang pemuda yang akrab disapa Ari itu.
Ari mengaku sebagai putra sulung dari dua bersaudara. Di tingkat SMP, ia sekolah dengan kurun waktu normal seperti pada umumnya. Ari kemudian masuk SMA Negeri 1 Kediri pada 2013. Kemudian menjalani kelas akselerasi selama dua tahun sehingga lulus pada usia 15 tahun.
Dukungan orangtua menjadi salah satu dorongan baginya untuk terus semangat melanjutkan pendidikan, meski usianya sangat muda. "Memang begitu ajaran orangtua saya. Kalau orang tuanya S-2, anaknya harus bisa S-3. Itu yang menyemangati saya," ujar pemuda yang juga hobi bermain karawitan itu.
Ari mengatakan, suasana di perkuliahan baginya tidak terlalu berbeda dengan yang dialami teman-temannya yang lain. Diskriminasi tidak ia alami meski termasuk mahasiswa paling muda di departemennya. Sesekali memang teman-temannya tidak percaya dengan usianya yang masih 15 tahun. Namun akhirnya ia menjadi terbiasa seiring waktu berjalan.
"Dulu kalau ditanya masalah usia, saya sampai harus mengeluarkan surat-surat yang mencantumkan tanggal lahir saya supaya teman-teman saya percaya," imbuh Ari.
Masa pendidikannya selama di ITS dihabiskan dalam kurun waktu normal, yakni empat tahun. Selama itu, beberapa kegiatan di sejumlah tempat sempat ia lakoni. Seperti di UKTK dan juga Laboratorium Sistem dan Sibernetika Departemen Teknik Elektro. Di UKTK, ia pernah menjajal posisi staf, staf ahli, ketua pelaksana pelatihan, komisi disiplin, atau hanya sekadar menjadi seorang pengajar bagi para juniornya.
Tak hanya itu, di laboratorium, Ari pernah ikut sebuah proyek milik sebuah perusahaan yang bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan RI yang membuat sebuah kapal tanpa awak dengan tiga lambung.
Ari menyelesaikan pendidikan sarjananya dengan IPK 3,57. Setelah itu, Ari pun langsung melanjutkan pendidikannya ke jenjang Master (S-2) di ITS dengan beasiswa Fresh Graduate. Hal ini sesuai dengan harapannya di masa depan untuk bisa menjadi seorang dosen dengan segala ilmu yang ia miliki.
"Saya bukan tipe orang yang ingin bekerja di pabrik-pabrik, saya ingin memperdalam pendidikan saya dan menjadi seorang pengajar," sambung pemuda kelahiran 29 Desember 1999 itu.
Sebagai seorang mahasiswa ITS, Ari mengingatkan juniornya agar selalu merasa bangga dan tidak boleh minder. Terutama bagi para mahasiswa muda, ia juga menasehati agar mereka tetap merasa bangga menjadi sosok istimewa, sebab tak semua orang bisa meraihnya.
Selain itu, menurutnya hiburan merupakan hal yang sangat penting bagi para mahasiswa di samping akademik. "Di situlah fungsi memiliki hobi, agar kita tidak terlalu stress dan menghindari dampak-dampak negatif yang mungkin saja bisa terjadi," pungkasnya. (sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini