Panitera Muda Hukum, Masyhudi mengatakan 333 perkara perceraian seluruhnya telah diputus. Menurutnya perkara cerai gugat (CG) ataupun cerai talak (CT), dasar peceraian paling banyak karena faktor ekonomi.
"Angka perceraian yang diputus di bulan Agustus saja, sekitar 333 perkara. Angka ini lebih besar dibanding bulan Juli sekitar 288 perkara. Di mana angka perceraian di bulan Juli, adalah paling tinggi jumlahnya sejak Januari hingga Juni 2019," terang Masyhudi saat dikonfirmasi, Jumat (06/9/2019).
Dia menjelaskan di bulan Agustus, cerai talak sebanyak 115 perkara dan cerai gugat 218 perkara. Jumlah tersebut menjadi tertinggi, sejak 7 bulan terakhir.
Masyhudi menambahkan tingginya angka cerai gugat tak lepas dari alasan ekonomi para istri, hingga melayangkan gugatan ke pengadilan agama.
"Sampai kini dominan kasus perceraian, karena faktor ekonomi. Makanya sampai kini, angka perceraian terbanyak karena cerai gugat," tandasnya.
Selain faktor ekonomi, kasus perceraian juga banyak terjadi akibat pernikahan dini.
"Beberapa faktor pasangan suami istri melakukan perceraian. Misal sering terjadi percekcokan, usia belum matang sampai-sampai baru satu tahun menikah sudah mau cerai," paparnya.
Pihaknya menyayangkan banyaknya pasutri memilih melakukan perceraian. Namun pihaknya juga tidak bisa menolak setiap kali ada perkara yang masuk ke pengadilan agama.
"Sebenarnya kami sudah berupaya, dalam mendamaikan setiap pasangan yang mengajukan perceraian, baik dengan mediasi dan lainnya," tegasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini