"Saya ke Kecamatan Silo, dan kebetulan di desa saya, Karangharjo, ada pilkades. Jadi sekaligus saya nyoblos," kata Muqit saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Kamis (5/9/2019).
Selain mencoblos, Muqit juga memantau pelaksanaan pilkades di sejumlah desa. Dia bersama anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (forkopimda) mendatangi lokasi enam pilkades, yakni di Kecamatan Silo, Ledokombo, Sumberjambe, Sukowono.
Muqit mengaku selama ini menerima masukan terkait pilkades dari sejumlah pihak. Termasuk soal panitia pilkades yang menolak menerima dana pilkades dari APBD.
"Salah satunya kemarin adanya penolakan dana APBD (oleh panitia pilkades). Saya kira mungkin hanya masalah komunikasi atau sosialisasi yang kurang, karena sosialisasi pertama tidak semua item yang dibantu APBD tidak dijelaskan. Panitia sudah terlanjur menggunakan dana internal. Maka kemudian dana dari APBD ditolak," katanya.
Selain itu, lanjut Muqit, pihaknya menerima masukan soal salah satu calon kepala desa yang menyerahkan ijazah dengan foto tak lazim. "Saya sarankan kalau betul-betul seperti itu, sudah ranah kepolisian. Sampaikan saja ke kepolisian," sambungnya.
"Ada juga soal iuran calon kades. Menurut para calon kan tidak mengikat. Tapi kenapa ketika tidak sanggup membayar sesuai kesepakatan kok terancam diskualifikasi. Saya sarankan agar disampaikan ke bupati saja dan bagian hukum. Tampaknya sudah selesai," tandasnya.
Soal ketidakhadiran Bupati Jember Faida dalam pemantauan Pilkades pertama, Muqit mengaku tidak tahu. Tapi informasi yang dia terima dari Humas Pemkab Jember, Bupati Faida sedang ke Filipina untuk kegiatan bersama kepala daerah lainnya.
"Kayaknya tanggal 6 atau 7 September baru pulang. Makanya untuk gelombang pertama ini bupati tak bisa ikut," katanya.
"Beliau cuma pamit. Katanya undangan ke sana dan pembiayaan transportasi segala macam ditanggung pihak pengundang. Saya cuma tahu seperti itu," sambungnya. (fat/fat)











































