Telaga yang Dikaitkan dengan 'KKN Desa Penari' Cikal Bakal Banyuwangi

Telaga yang Dikaitkan dengan 'KKN Desa Penari' Cikal Bakal Banyuwangi

Ardian Fanani - detikNews
Jumat, 30 Agu 2019 20:33 WIB
Rowo Bayu/Foto file: Ardian Fanani
Banyuwangi - Rowo Bayu di Banyuwangi menjadi buah bibir karena dikaitkan dengan cerita horor 'KKN di Desa Penari'. Ternyata, telaga yang berada di KRPH Perhutani Banyuwangi Barat, Dusun Sambungrejo, Desa Bayu, Kecamatan Songgon itu menyimpan sejarah penting bagi Banyuwangi.

Termasuk kepingan sejarah Kerajaan Blambangan yang disebut-sebut sebagai Kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa. Telaga itu bersembunyi di balik rimbunnya hutan kaki Gunung Raung sisi Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat setempat lebih sering menyebutnya 'Rowo Bayu'. Rowo dalam Bahasa Indonesia adalah Rawa, sementara Bayu berarti angin.

Tempat ini dipercaya sebagai tempat favorit Prabu Tawang Alun yang memerintah Kerajaan Blambangan untuk bertapa dan meditasi. Lokasi meditasi sang raja berada di pojok kanan sebelah utara dari telaga.


Di lokasi itu kini terdapat bangunan seperti candi. Menutupi sebuah batu yang tercetak bekas kaki sang Prabu Tawang Alun selama meditasi.

"Di sini ada baru yang ada cetakan kaki saat meditasi Prabu Tawang Alun, Raja Blambangan kala itu. Ini dipercaya masyarakat tempat yang sakral," ujar Mbah Saji, juru kunci Rowo Bayu kepada detikcom, Jumat (30/8/2019).

Cerita lain, kata Mbah Saji, lokasi ini juga menjadi cikal bakal lahirnya Kabupaten Banyuwangi. Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba) terinspirasi dari perang terakhir warga Blambangan dengan penjajah atau perang 'Puputan Bayu'.

Pangeran Jagapati melakukan perang habis-habiskan melawan penjajah. Sebanyak 65 ribu rakyat Blambangan habis dan hanya tersisa 5.000 jiwa saja. Perang terjadi pada 18 Desember 1771.


"Perang di sekitar Songgon sini. Warga yang selamat dan melarikan diri di sini. Sampai saat ini setiap perayaan hari jadi selalu di pusatkan di sini," tambahnya.

Telaga ini terbilang menyejukkan dengan rindangnya pepohonan di sekitar. Ditambah gemericik air dari tiga mata air di sekitar lokasi bangunan meditasi. Yaitu sumber Kamulyan, sumber Kaputren dan sumber Dewi Gangga.

Mata air ini tidak pernah berhenti mengalir meski musim kemarau panjang. Keberadaannya sangat dihormati dan disakralkan.

"Air ini dipercaya sebagai sumber dari segala sumber. Tidak untuk mandi atau BAB. Tapi untuk kegiatan ritual dan spiritual," tambah Mbah Saji.


Meski begitu, kata Mbah Saji, banyak hal mistis terkadang muncul di Rowo Bayu. Namun hal itu hanyalah hal yang biasa menurutnya. Wewangian muncul pada bulan-bulan dan hari-hari tertentu.

"Biasa menjelang Hari Jadi Banyuwangi. Kami menghargai kesakralan tempat ini. Sebagai cikal bakal nama Banyuwangi," pungkasnya.
Halaman 2 dari 3
(sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.