Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jatim KH Ahmad Asyhar Shofwan mengatakan kebiri disebut takzir yang harus ada tujuan kemaslahatannya. Dalam hal ini, PWNU melihat tidak ada maslahat dari hukuman kebiri ini. Karena menghalangi hak seseorang untuk berketurunan.
"NU sebagai jamiah diniyah ormas keagamaan, maka sebagai dasar hukum harus menggunakan dasar hukum agama dan dalam agama kita adalah tidak mengenal hukuman kebiri sehingga kita kalau kita terima berarti kita akan membuat hukum sendiri yang kontra dengan pedoman hukum yang sudah ada," papar Kiai Asyhar di Sekretariat PWNU Jatim Jalan Masjid Al Akbar Surabaya, Kamis (29/8/2019).
"Hasilnya adalah PWNU tidak setuju adanya hukuman kebiri, pasti menurutnya di samping tadi kontra dengan hukum Islam, hukum-hukum itu harus melindungi hak-hak asasi dari pada umat manusia. Dalam hal ini adalah hak untuk berketurunan, kalau orang itu dikebiri berarti itu hak untuk merampas hak keturunan," imbuhnya.
Kendati demikian, Kiai Asyhar tidak membenarkan perbuatan pelaku. Menurutnya, pelaku harus dihukum seberat-beratnya agar mendapat efek jera dan tidak mengulangi perbuatannya.
"Lebih baik dihukum mati. Karena pelaku tidak akan mengulangi lagi, wong sudah mati," tegasnya.
Selain itu, secara kesehatan, Kiai Asyhar menyebut kebiri kimiawi berdampak lebih berat daripada kebiri yang bersifat operasi. Karena yang rusak bukan hanya organ reproduksi tapi juga organ lainnya.
"Secara kesehatan, takzir kimiawi justru berdampak lebih berat daripada kebiri yang bersifat operasi. Karena yang rusak bukan hanya organ reproduksi tapi organ lain. Kalau dilaksanakan tentu oleh seorang dokter, tapi dalam kode etik dan sumpah tidak bisa melakukan eksekusi hukuman kebiri," pungkas Kiai Asyhar. (hil/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini