.webp)
Seperti yang dirasakan salah satu perajin Siti Ulfah (48). Ia merupakan warga Dusun Ngengor RT 03 RW 03, Desa Becirongengor, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo.
Usaha tersebut ia tekuni bersama sang suami Didik (51) sejak enam tahun lalu. Kini ia patut bergembira karena jumlah pesanan meningkat berkali-kali lipat.
Baju adat yang dibuat Siti banyak macamnya. Mulai dari baju adat Dayak, Bali, Betawi, Gorontalo dan dari daerah lainnya. "Kalau saat ini banyak pesanan baju adat Dayak, Bali," kata Ulfah kepada detikcom, Selasa (6/8/2019).
Baju adat yang ia produksi dijual ke berbagai daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Seperti ke Solo, Yogyakarta, Surabaya dan Malang.
"Pembeli kebanyakan masih sebatas di Jawa Timur saja," tambahnya.
Bahkan pembeli dari beberapa kota di Jatim seperti Mojokerto, Pasuruan dan Surabaya kerap datang ke Sidoarjo untuk memesan langsung. Oleh mereka, baju adat tersebut nantinya disewakan pada acara 17an dan momen-momen lainnya.
"Ada yang langsung ke sini beli untuk disewakan," terang Siti.
Menjelang 17 Agustus, jumlah pesanan mencapai 15 sampai 25 kodi per hari. Untuk memenuhi pesanan tersebut, ia mempekerjakan 10 sampai 15 ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar rumahnya.
"Ada yang dikerjakan di sini, ada juga yang dikerjakan di rumah masing-masing," lanjutnya.
Dua pasang baju adat ukuran orang dewasa beserta asesorisnya ia jual dengan harga Rp 300 ribu sampai Rp 350 ribu. Sedangkan untuk ukuran anak-anak, dua pasang beserta asesorisnya seharga Rp 200 sampai Rp 250 ribu.
"Dibandingkan hari biasa untuk pesanan baju adat meningkat tiga kali lipat. Keuntungan sekitar puluhan juta rupiah," pungkas siti. (sun/bdh)
