Suketdom itu digunakan sebagai salah satu syarat untuk masuk ke SMPN 1 Ponorogo. Sekolah tersebut menggelar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 dengan sistem zonasi berjarak 5 kilometer.
"Ada 13 lurah yang kita panggil, hasilnya ada 15 Suketdom abal-abal," tutur Wakil Ketua Komisi D DPRD Ponorogo Moh Ubahil Islam, Kamis (4/7/2019).
Ubahil menjelaskan, puluhan Suketdom abal-abal yang diduga digunakan siswa telah dilakukan pengkajian ulang. Sebab dari segi durasi saja, banyak surat domisili yang kurang dari satu tahun.
"Tujuan utama zonasi ini kan untuk pemerataan supaya tidak ada sekolah favorit," imbuhnya.
Ia khawatir, jika masalah surat domisili abal-abal ini dibiarkan bakal timbul kecemburuan. Terlebih untuk sekolah yang berada di pinggiran Ponorogo.
"Biar semua sekolah dapat murid merata," jelasnya.
Saat disinggung soal adanya kemungkinan para orang tua yang melaporkan Suketdom abal-abal ini ke pihak kepolisian, Ubahil meminta persoalan ini jangan sampai dibawa ke ranah hukum.
"Ini kan sudah ditangani dewan, janganlah kalau ke polisi. Ini bisa diselesaikan dengan baik-baik," imbuhnya.
Sementara Lurah Bangunsari Sutaji membenarkan dirinya mengeluarkan Suketdom. Hanya saja itu sudah sesuai mekanisme, melalui RT kemudian ke kelurahan.
"Hasilnya ada 9 yang saya keluarkan, ternyata ada 5 Suketdom yang titipan," paparnya.
Pihaknya berdalih tidak berhak menolak saat ada warga yang meminta Suketdom. Apalagi warga tersebut melengkapi persyaratan seperti KTP, KK dan surat dari RT.
"Saya tanya apa domisili di situ, katanya iya. Ya saya tentunya harus melayani," imbuhnya.
Seperti data di DPRD, 13 lurah yang dipanggil yakni Lurah Bangunsari, Banyudono, Brotonegaran, Cokromenggalan, Kertosari, Mangkujayan, Nologaten, Pakunden, Purbosuman, Surodikraman, Tamanarum, Tambakbayan dan Tonatan. Mereka hadir dan memberikan keterangan di depan anggota dewan komisi D, Dinas Pendidikan serta dewan pendidikan.
Simak Juga "Meski Tuai Pro-Kontra, Perpres PPDB Sistem Zonasi Segera Dikukuhkan":
(sun/fat)