Informasi dihimpun detikcom, musibah tersebut menimpa saat keduanya melaut di perairan Pacitan. Kala itu posisinya sekitar 25 mil laut dari pantai. Saat hendak pulang pada Rabu (19/6) malam, perahu bermesin yang mereka tumpangi dihantam gelombang.
"Gelombangnya datang dari arah timur dan selatan. Bertemunya gelombang pas di perahu kami berada," ucap Marjuki kepada wartawan di rumahnya, Kamis (20/6/2019) sore.
Kuatnya empasan membuat perahu berbahan fiber itu pecah. Sebagian pecahannya pun langsung hilang terbawa arus air. Pada saat bersamaan, Suluri yang semula juga berada di atas perahu ikut tenggelam.
Tak ayal, pikiran Marjuki berkecamuk tak karuan. Tatkala dirinya harus berjibaku untuk bertahan hidup, pada saat bersamaan dirinya masih harus memikirkan rekannya. Sambil terus melawan derasnya ombak, bapak dua anak itu bertekad menyelamatkan nyawa temannya.
Marjuki memutuskan menyelam. Tujuannya semata mencari keberadaan Suluri. Ternyata usahanya tak sia-sia. Meski tanpa alat bantu pencarian, tubuh temannya berhasil dia temukan. Dengan sisa tenaga yang ada, Marjuki menarik tubuh Suluri ke permukaan.
Saat tiba di permukaan, kondisi Suluri nyaris pingsan. Maklum, pria yang tinggal satu desa dengan Marjuki itu tak bisa berenang. Untuk bertahan sementara, Marjuki minta Suluri berpegangan bagian perahu yang masih mengapung. Namun, lambat laun potongan fiber itu ikut tenggelam.
"Teman saya (Suluri) menangis. Lalu saya tenangkan dan saya suruh berpegangan," imbuh Marjuki.
Marjuki sadar tak ada pilihan lain. Jika bertahan di lautan, nyawa jadi taruhan. Sementara jika nekat berenang, mereka masih punya peluang hidup. Meski jarak tempuh masih jauh. Keputusan pun jatuh pada opsi kedua.
Marjuki berenang menyusuri derasnya ombak. Pada saat bersamaan dia juga membawa serta Suluri. Tujuannya tak pasti. Hanya mengikuti naluri. 1,5 jam berenang keduanya menemukan tebing karang. Mereka pun lantas merangkak naik hingga mencapai daratan di wilayah Desa Karangnongko, Kecamatan Kebonagung.
Langkah keduanya terseok. Kedua tangan penuh luka akibat tergores batu karang. Kondisi itu baru mereka sadari setelah warga setempat menolong mereka dan mengantarnya pulang. Setibanya di rumah, keluarga lantas membawanya berobat ke klinik kesehatan.
"Ya nanti kalau sudah punya modal dan bisa beli perahu ya melaut lagi. Gimana lagi, wong memang pekerjaan," kata lelaki yang sudah 40 tahun menjadi nelayan.
"Kalau dihitung ruginya sekitar Rp 64 juta. Perahu, mesin, jaring, dan ikan hasil tangkapan semuanya hilang," imbuh Marjuki yang pernah terdampar di sebuah pulau selama 7 hari. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini