Tradisi menerbangkan balon udara, terutama yang berukuran besar, di Desa Tunglur, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri merupakan tradisi selama lebih dari 30 tahun. Tujuannya adalah sebagai bentuk rasa syukur lebaran.
Namun polisi telah melarang adanya balon udara karena dianggap mengganggu aktivitas penerbangan. Larangan ini disampaikan polisi pada malam menjelang tradisi ini berlangsung. Padahal warga telah bergotong royong untuk membuat 8 balon udara besar berukuran 10x20 meter yang dimulai sejak Ramadhan kemarin.
Warga pun rela merogoh kocek untuk patungan demi membuat balon yang perbuahnya memakan biaya sekitar Rp 400 ribu. Menurut Humas Kelompok Desa Tunglur, Candra, warga sempat kecewa dengan larangan ini.
"Warga ya istilahnya gelo (kecewa). Toh selama ini juga aman, nggak ada masalah," kata Candra kepada wartawan, Rabu (12/6/2019)
Untuk mengobati kekecewaan warga yang sudah memadati jalan desa sejak pagi, panitia pun terpaksa menggantinya dengan 200 balon pesta. Balon kemudian dibagikan satu persatu pada warga dan diterbangkan bersama-sama.
"Untuk mengobati kecewa warga yang sudah kumpul, tradisi balon udara tahun ini kita ubah jadi festival balon. Jadi kita spontan menerbangkan balon-balon kecil ini, karena sebenarnya semuanya (balon udara) sudah siap," imbuhnya.
Meski berbeda dengan puluhan tahun sebelumnya, namun kegiatan tetap berlangsung semarak. Warga terlihat masih cukup antusias dengan menerbangkan balon warna-warni ini. Mulai dari anak-anak, hingga orang dewasa berkumpul. Kegiatan pun ditutup dengan menyalakan petasan gantung.
Sebelumnya, mereka menggelar kenduri ketupat bersama di Masjid Jami' Al-Huda, desa setempat. Setelah didoakan, tumpeng ketupat lengkap dengan sayur yang dibawa oleh warga ini kemudian dimakan bersama-sama.
Tonton video Langit Ponorogo Dihiasi Puluhan Balon Udara:
(iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini