Acara yang dihelat tiap libur Lebaran itu selalu dihadiri Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) dari berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara. Beragam kuliner lokal khas Banyuwangi disajikan. Mulai rujak soto, nasi tempong, pecel pitik, dan ayam kesrut. Lagu-lagu khas Banyuwangi dimainkan untuk mengobati kerinduan para perantau.
Bupati Abdullah Azwar Anas mengatakan, Diaspora Banyuwangi selalu digelar rutin setiap tahun sejak lima tahun yang lalu. Ini menjadi media penting Pemkab Banyuwangi untuk menyampaikan perkembangan pembangunan daerah sekaligus meminta masukan dari warga perantau.
"Dalam kesempatan ini, kami juga mengajak para perantau untuk berkolaborasi membangun daerah. Silakan bikin sesuatu di Banyuwangi, usaha pertanian, peternakan, pariwisata, dan sebagainya sesuai minat Bapak/Ibu semua. Ayo bareng-bareng majukan daerah," kata Azwar Anas, Sabtu (8/6/2019).
Bupati Anas memaparkan berbagai perkembangan Banyuwangi. Mulai dari Bandara Internasional Banyuwangi, pengembangan pariwisata, hingga pabrik kereta api terbesar di Indonesia yang tengah dibangun di Banyuwangi.
Industri kereta api tersebut akan dilengkapi museum kereta api. Industri tersebut juga berarsitektur khas rumah masyarakat Suku Osing, sehingga bakal menjadi ikon baru Banyuwangi.
Anas juga menyampaikan, sejumlah program sosial-kemasyarakatan telah dijalankan. Seperti pendistribusian makanan bergizi gratis setiap hari, ke lebih dari 3.000 warga lanjut usia (lansia) miskin. Itu merupakan program hasil kolaborasi Pemkab Banyuwangi, pemerintah desa dan Badan Amil Zakat.
"Saat ini kami juga menjadikan Puskesmas sebagai mal orang sehat, bukan lagi orang baru datang ke sana saat sakit. Sebelum Lebaran kemarin saya ke Puskesmas Jajag, alhamdulillah luar biasa daftar kunjungan orang sehat untuk konsultasi gizi, sanitasi, atau cek darah meningkat," ujar Anas.
"Kita ingin tingkatkan upaya promotif dan preventif kesehatan, maka Bapak/Ibu yang perantauan ini bisa ikut bantu sosialisasikan ke kerabatnya di Banyuwangi untuk ke Puskesmas agar tetap sehat, jangan nunggu sakit baru ke Puskesmas," imbuh Anas.
Ia menambahkan, di lokasi acara Diaspora Banyuwangi juga dihadirkan beragam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Para diaspora bisa langsung melihat dan belanja oleh-oleh dari UMKM.
"Mengapa kita hadirkan UMKM langsung di lokasi pendopo ini, meskipun mereka juga punya gerai masing-masing dan bisa beli lewat online? Karena kita ingin membangun kedekatan. Bukan saja beli oleh-oleh, tapi kita bangun kesadaran untuk mencintai, membeli, dan mempromosikan produk Banyuwangi," paparnya.
"Kita di sini disatukan oleh rasa cinta kepada Banyuwangi. Maka dengan melihat produk UMKM, Bapak/Ibu ribuan diaspora ini bisa ikut tergerak mempromosikan, bahkan tidak menutup kemungkinan bermitra, berbisnis bersama," tambah Anas.
Para diaspora Banyuwangi menyambut positif perkembangan daerah tersebut. Misalnya, Yanti, pengusaha perjalanan wisata yang membuka bisnis di Jepang.
"Sekarang pulang ke Banyuwangi lebih mudah karena sudah ada bandara. Dulu harus ke Surabaya, lalu perjalanan darat berjam-jam. Saya berharap Banyuwangi terus maju, sehingga bisa ada penerbangan dari Jepang langsung ke Banyuwangi," kata perempuan yang telah 19 tahun tinggal di Jepang itu.
Yanti juga siap untuk membantu mempromosikan Banyuwangi di luar negeri. Ia mengaku, dulu cukup sulit untuk menjelaskan tentang Banyuwangi. Tapi, sekarang banyak orang yang mengenal Bumi Blambangan tersebut. (sun/bdh)











































