Mereka ke Pulau Jawa yang jaraknya sekitar 3 mil dari Pulau Gili, daerah terluar wilayah Kabupaten Probolinggo. Pada tradisi ini, warga Gili hendak berbelanja kebutuhan lebaran. Mulai makanan, pakaian dan lainnya.
Selain sudah menjadi kebiasaan turun-temurun, bagi masyarakat Gili Ketapang, merayakan lebaran tanpa adanya acara turun petolekoran dirasa kurang afdol.
Salah seorang warga Gili Ketapang, Ilmiah mengatakan, turun petolekoran sudah menjadi kebiasaan warga di daerah tempat tinggalnya. Itu dilakukan untuk mempertahankan tradisi leluhurnya.
"Setiap tahun selalu ikut tradisi ini, karena kita kan juga butuh belanja buat lebaran seperti pakaian. Selain belanja, ya itung-itung liburan bersama keluarga," ungkap Ilmiah saat dikonfirmasi, Sabtu (1/6/2019).
Sekadar informasi, tiba di Pelabuhan Tanjung Tembaga, warga Gili Ketapang turun dari kapal motor, dan beralih menaiki becak ataupun ojek. Mereka lantas berpencar, sesuai tujuannya masing-masing.
Dan umumnya yang paling banyak dikunjungi masyarakat Gili Ketapang adalah, sejumlah pertokoan di Kota Probolinggo atau tepatnya di Jalan dr Soetomo.
Sebelum kumandang azan maghrib tiba, biasanya masyarakat Gili Ketapang sudah berada di Pelabuhan Tanjung Tembaga, untuk kembali ke kampung halamannya. Mereka tetap memilih untuk berbuka di rumahnya masing-masing.
Tradisi turun petolekoran juga menjadi berkah sendiri, bagi angkutan kapal motor. Pasalnya jumlah penumpang akan naik dua kali lipat, dibanding hari biasanya. Seperti yang diungkapkan Kurdi, salah seorang penyedia jasa kapal motor.
"Kalau sudah petolekoran ya banyak penumpang. Syukur alhamdulillah, biasanya hanya mengangkut 25-30 penumpang, kalau sekarang bisa 50 an penumpang," ungkapnya.
Sementara itu usai kembali ke kampung halaman, warga Gili Ketapang baru boleh kembali ke Pulau Jawa setelah 7 hari usai lebaran. Hal itu untuk menghindari balak musibah. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini