Purwaningsih (61) merupakan warga Desa Siring RT 03 RW 01, Kecamatan Porong, Sidoarjo. Bersama sang anak Devi Purbawiyanto (28), ia menjadi korban kebakaran akibat munculnya semburan liar yang mengeluarkan gas metan pada 8 September 2010.
Keduanya mengalami luka bakar serius. Devi mengalami luka bakar 47 persen di kaki dan tangan. Sementara Purwaningsih mengalami luka bakar di sekujur tubuh hingga 77 persen.
"Kejadiannya sekitar pukul 22.30 WIB pada saat itu sedang menutup warung. Tiba-tiba kompor buatan BPLS pada saat itu (sekarang PPLS) mbledak, api membakar sekujur tubuh," kata Purwaningsih kepada detikcom di rumahnya di Desa Gedang, Porong, Rabu (29/5/2019).
Di Desa Siring, Purwaningsih dagang pracangan dan membuka warung nasi. Semburan lumpur Sidoarjo muncul pada 29 Mei 2006. Empat tahun berselang, muncul semburan liar yang mengeluarkan gas metan dir Desa Siring. Khususnya RT 01, RT 02, RT 03 dan RT 12.
"Pada saat itu dibuatkan kompor dari semburan gas liar oleh BPLS. Karena dari segi ekonomi sangat menguntungkan saya ikuti. Namun beberapa bulan kemudian membawa bencana buat keluarga saya," imbuh Purwaningsih.
Uang ganti rugi yang didapat dari PPLS ludes untuk biaya pengobatan. Ia dirawat di RSUD Sidoarjo selama dua bulan. Kemudian setelah mendapatkan ganti rugi, pindah pengobatan di RS RKZ Surabaya.
"Kami mendapatkan ganti rugi tanah dan bangunan, serta tanah kosong sekitar Rp 1 miliar. Namun uang tersebut habis untuk pengobatan bahkan di awal tahun 2011 kondisi masih sakit tidak memiliki apapun, makan sehari-hari mengandalkan bantuan kerabat gereja," terang Purwaningsih.
Purwaningsih bercerita, kemudian akhir 2011 ia sudah bisa duduk di kursi roda memberanikan diri untuk memasak. Ia menjual nasi bungkus untuk menyambung hidup. Hingga saat ini Purwaningsih belum sehat sepenuhnya dan masih menjalani pengobatan.
"Saat ini belum sembuh total tapi alhamdulillah berusaha membangun usaha warung kecil-kecilan. Hanya usaha ini kami bersama anak memulai usaha lagi," tambahnya.
Purwaningsih berharap Gubernur Jawa Timur Ibu Khofifah Indar Parawansa untuk memperhatikan nasibnya. Minimal membantu pengobatan yang masih dijalani selama ini. Karena setiap bulannya harus mengeluarkan uang pengobatan sekitar Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu.
"Pada saat Bapak Jokowi kampanye pertama kali di atas tanggul tahun lalu. Pernah ditawari bantuan, namun saya tidak bisa menjawab karena saat itu menahan rasa sakit, ya berharap saat ini bantuan," pungkas Purwaningsih. (sun/bdh)











































