Pemerhati Sejarah Mojokerto Ayuhanafiq mengatakan, potret Makam Troloyo di masa lalu direkam dalam tulisan William Barrington d'Almeida, penulis buku Life In Java. Buku tersebut diterbitan Hurst and Blackett London tahun 1864. d'Almeida mampir ke Makam Troloyo dalam kunjungannya selama satu hari di Mojokerto.
Dalam tulisannya, lanjut Ayuhanafiq, d'Almeida menyebut Makam Troloyo dengan nama Kooboran Plataharan. Kompleks pemakaman di Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Mojokerto itu mempunyai luas sekitar 3,5 acre atau 152 ribu kaki persegi.
"Makam Troloyo di masa lalu memiliki 4 plataharan atau kompleks makam yang cukup luas dan 2 lainnya yang lebih kecil. Masing-masing kompleks pemakaman dikelilingi dengan tembok berbahan batu bata. Tembok khas Majapahit tersebut terlihat kokoh dengan tinggi sekitar 5 kaki 9 inci. Pada setiap plataharan ada pintu masukknya. Antar komplek makam dihubungkan dengan jalan setapak," kata Ayuhanafiq kepada detikcom, Selasa (7/5/2019).
Ayuhanafiq menjelaskan, Makam Troloyo merupakan pemakaman bagi orang muslim sejak zaman Majapahit. Namun, tak semua orang Islam dimakamkan di tempat ini.
![]() |
"Yang dimakamkan di sini orang Islam yang memiliki hubungan trah dengan Majapahit. Salah seorang yang dimakamkan terakhir di Troloyo adalah Pangeran Mojoagung yang dikebumikan sekitar 40 tahun sebelum kedatangan d'Almeida atau sekitar tahun 1820-an," terangnya.
Setidaknya terdapat 19 nama yang dimakamkan di Makam Troloyo. Di antaranya Syekh Al Chusen, Imamudin Sofari, Tumenggung Satim Singomoyo, Patas Angin, Nyai Roro Kepyur, Syekh Jumadil Kubro, Sunan Ngudung, Raden Kumdowo, Ki Ageng Surgi, Syekh Jaelani, Syekh Qohar, serta Ratu Ayu Kenconowungu.
Dari belasan makam yang ada, kata Ayuhanafiq, makam Syekh Jumadil Kubro paling banyak dikunjungi peziarah. Baik di masa kini maupun pada tahun 1864 silam. Oleh d'Almeida, makam kakek para Walisongo itu digambarkan seluas 35 kaki persegi, dinaungi oleh cungkup, serta berlantai susunan batu bata.
"Para penziarah pada masa itu datang dari berbagai tempat dengan beragam tujuan. Ada yang minta kesembuhan dan panjang umur, ingin dapat suami, ada juga meminta keselamatan karena akan bekerja ke Sumatera," ungkapnya.
Sama dengan masa 155 tahun silam, saat ini para peziarah datang ke Makam Troloyo dengan beragam alasan dan tujuan. Setidaknya terdapat satu alasan yang jamak dilontarkan para peziarah. Yaitu Syekh Jumadil Kubro dipercaya sebagai Wali Allah SWT. Sehingga berdoa melalui Syekh Jumadil Kubro diyakini lebih cepat dikabulkan.
![]() |
Syekh Jumadil Kubro atau Jamaluddin Hussein Al Akbar lahir sekitar tahun 1270 sebagai putera Ahmad Syah Jalaluddin, bangsawan dari Nasrabad di India. Kakek buyutnya adalah Muhammad Shohib Mirbath dari Hadramaut yang bergaris keturunan ke Imam Jafar Shodiq, keturunan generasi keenam dari Nabi Muhammad SAW.
Setelah resign dari jabatannya sebagai Gubernur Deccan di India, Jumadil Kubro traveling ke berbagai belahan dunia untuk menyebarkan agama Islam.
Sejumlah literatur lain menyebut Sayyid Hussein Jumadil Kubro traveling sampai ke Maghribi di Maroko, Samarqand di Uzbekistan lalu sampai ke Kelantan di Malaysia, Jawa pada era Majapahit dan akhirnya sampai ke Gowa di Sulawesi Selatan. Dia wafat dan dimakamkan di Trowulan sekitar tahun 1376 masehi.
Tonton juga video Burj Khalifa, Gedung Tertinggi di Dunia dengan 3 Waktu Buka Puasa:
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini