Kegiatan ini digelar setelah Salat Magrib, Minggu (5/5/2019). Warga sekitar berkumpul di jalan, memanjatkan doa untuk para leluhur. Tak hanya itu, mereka juga berdoa untuk diri sendiri, agar selamat dan kuat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan.
"Ini tradisi leluhur kami. Dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, agar kita diberikan kekuatan," ujar Haidi Bing Slamet, Tokoh masyarakat Desa Kemiren kepada detikcom.
Haidi mengaku tradisi ini memang sedikit bergeser dengan tradisi lama. Sebelumnya, Penampan Puasa dilakukan dengan cara berkunjung dari rumah ke rumah. Mereka membentuk grup yang silih berganti harus dikunjungi. Mereka pun juga wajib menikmati hidangan yang disediakan sang tuan rumah.
"Ya wajib makan di setiap rumah. Misal satu grup itu ada 7 orang ya harus makan 7 piring. Tapi demi kebersamaan, kita buat satu saja. Warga mengeluarkan makanan kemudian kita kumpul bersama," tambahnya.
Untuk hidangan, kata Haidi, makanan yang wajib ada adalah ketupat. Ketupat yang layaknya disajikan saat Lebaran, di Desa Kemiren sudah muncul menjelang Ramadan. Karena menurut mereka, ketupat yang memiliki bentuk persegi memiliki arti sebagai mata angin.
"Agar keberkahan, rejeki dan keselamatan datang dari 4 penjuru mata angin," pungkasnya.
Tak hanya ketupat, makanan dalam Penampan Puasa disiapkan juga hidangan bersantan berbahan daging ayam, sapi dan ikan laut. (iwd/iwd)