"Ada perbaikan DA 1 hasil rekapitulasi tingkat Kecamatan Jambangan. Jadi kita skors 2 jam sampai habis magrib," kata Komisioner KPU Kota Surabaya Miftakul Gufron kepada detikcom, Selasa (30/4/2019).
Menurut Gufron, keputusan skorsing yang diambil merupakan kesepakatan bersama. Yakni antara Bawaslu dan saksi-saksi dari partai politik.
"Jadi, ini (skors) juga sesuai kesepakatan dengan Bawaslu dan saksi partai, kita break dulu sambil perbaikan," tambah Gufron.
Sementara itu, salah satu saksi dari PDIP Sukadar menjelaskan, pihaknya memprotes karena selisih data DPK yang disodorkan PPK.
"Ada selisih antara Pilpres dengan DPR RI, ada selisih 170 pemilih. Terus dibaca lagi, dilewatkan DPD ternyata selisih 2. Dicoba lagi turun sampai ke DPRD provinsi ternyata lebih besar lagi yang pakai KTP daripada Pilpres. Acuan awal kan Pilpres ini sebagai DPK-nya," jelas Sukadar.
"Ketika dihitung terkait dengan DPK-nya DPK presiden itu harus sama dengan DPK seluruh yang ada di TPS harus sama. Tapi kenyataannya DPK Pilpres dimasukan datanya itu lebih kecil daripada DPK yang ada di Pileg," lanjut Sukadar.
Menurut Sukadar, protes dilakukan karena posisinya nanti akan mempengaruhi jumlah pemilih yang hadir. Senada dengan Sukadar, Anggota Bawaslu Kota Surabaya Agil Akbar menjelaskan bahwa jumlah DPK mulai dari pemilihan presiden sampai DPRD provinsi, kabupaten dan kota serta DPD harus sama.
"Yang namanya DPK itu jumlah tiap pemilihan sama. Mulai dari presiden, sampai DPRD kab kota. Angkanya harus sama, tidak beda-beda atau selisih," kata Agil.
"Karena pemilih DPK adalah warga yang tidak terdaftar di DPT tapi memiliki e-KTP setempat. Jadi, otomatis dapat 5 surat suara," pungkasnya. (sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini