Ada dua jenis kopi Jaran Goyang yang di produksi, arabica dan robusta. Semuanya diproses dengan cara tradisional, dengan mengunakan tungku dan wajan penggorengan dari bahan gerabah. Tak hanya itu, api dari tungku berbahan kayu.
"Kami tetap mempertahankan sangrai ala tradisional. Kami mulai bisnis ini sejak awal tahun 2013. Saat pemuda Desa Kemiren menggelar acara Ngopi 10 ewu (sepuluh ribu) cingkir," ujar Mastuki, koordinator pemuda Kemiren yang menamakan diri Paguyuban Tholek Kemiren (Pathok) Banyuwangi kepada detikcom, Minggu (21/4/2019).
Bisnis usaha kopi ini tumbuh, saat para pemuda Desa Kemiren ingin memiliki usaha. Mulai dari hanya 20 kilogram produksi kopi perbulan hingga merambah menjadi 200 kilogram perbulan di tahun 2019 ini.
"Kami dari binaan tester kopi internasional, Setiawan Subekti, yang ingin merubah mindset kamu dari pengangguran menjadi pemilik usaha kopi dengan cara tradisional," tambah Mastuki.
Ala tradisional dalam menyangrai kopi ini dilakukan, selain hemat, citarasa kopi akan semakin muncul. Tentunya dengan cara yang benar dan sesuai dengan standar yang ada.
"Misal menyangrai kopi itu tidak harus hitam pekat. Tapi kecoklatan dan selalu wangi. Jika hitam maka kopi itu hanya menjadi arang. Tidak bisa dikonsumsi," tambahnya.
![]() |
Dalam proses pengolahan kopi Jaran Goyang sendiri seringkali didatangi sejumlah warga maupun wisatawan. Selain melihat, mereka juga mendapatkan edukasi pengolahan kopi secara langsung. Hal tersebut agar masyarakat mempunyai wawasan yang berbeda terkait citarasa kopi, karena selama ini masyarakat cenderung beranggapan bahwa kopi itu hitam, kopi itu pahit.
"Kita juga buka Workshop sangrai kopi secara tradisional. Sebagai upaya edukasi kami tentang kopi yang baik dan benar," tambahnya.
Selain dipasarkan di area Banyuwangi, kopi Kemiren pun juga telah merambah pasar nasional. Penjualan dilakukan secara online dan offline. "Semua pulau di Indonesia. Tapi yang terbanyak di Jakarta dan Surabaya," jelasnya.
Nama Jaran Goyang sendiri diambil dari salah satu nama ajian sihir pengasihan khas Banyuwangi, yang kemudian di terjemahan dalam tarian yang diberi nama sama, yakni Jaran Goyang.
Diceritakan, dalam tarian tersebut berawal dari seorang dara cantik yang tidak suka dengan seorang laki-laki, namun karena Ajian si Jaran Goyang yang dia gunakan akhirnya dara cantik tersebut langsung jatuh cinta.
"Kami juga ingin orang yang tidak suka kopi, ketika sekali menikmati kopi ini langsung jatuh cinta selamanya," kelakar Mastuki. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini