"Saya zaman Soeharto pada saat umur 22 tahun, diadili ditangkap karena menulis buku putih perjuangan mahasiswa. Saya dipenjara 1,5 tahun. Pada waktu itu pemerintahan Orba menggunakan undang-undang kolonial Haatzai Artikelen. Yaitu siapa yg menghina ratu Belanda bisa diadili dan dipenjara. di Belanda-nya sendiri UU Haatzai Artikelen sudah tidak ada," ungkap Rizal Ramli kepada wartawan sata tiba di rutan, Sabtu (30/3/2019).
Namun, jelas Rizal, undang-undang Haatzai Artikelen masih digunakan untuk menangkap oposisi seperti dirinya kala itu.
"Tapi pemerintahan Soeharto menggunakan undang-undang kolonial itu untuk menangkap oposisi. Pimpinan mahasiswa seperti saya pada saat berumur 22 tahun," tambahnya.
Namun kini, kata Rizal, muncul undang-undang baru yang hampir sama dengan Haatzai Artikelen. Yakni UU ITE. Bahkan menurutnya saat ini lebih dahsyat dan lebih menyeramkan.
"Hari ini, ada undang-undang ITE yang lebih dahsyat, yang lebih menyeramkan yang lebih drakunian, yang dipakai untuk menangkap siapapun. Yang salah ngomong, yang salah tulis di sosmed langsung bisa ditangkap. Ini jauh lebih menyeramkan dari undang-undang kolonial zaman Belanda," jelas Rizal Ramli.
Rizal Ramli mengaku setuju jika UU ITE digunakan untuk menjerat elektronik terorisme, seksual dan kejahatan keuangan. Tapi hanya untuk kejahatan elektronika, untuk terorisme, untuk kejahatan seksual lewat elektronika dan kejahatan keuangan.
"Tetapi sama sekali saya tidak setuju, undang-undang ITE digunakan untuk memberangus demokrasi buat nangkep orang beda pendapat, buat menangkap orang salah ngomong," terangnya.
Simak Juga 'Usai Asam Urat Sembuh, Kini Ahmad Dhani Sakit Gigi':
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini