Mau ke Banyuwangi, Intip Dulu Kuliner Khasnya Nan Legendaris

Mau ke Banyuwangi, Intip Dulu Kuliner Khasnya Nan Legendaris

Ardian Fanani - detikNews
Minggu, 24 Mar 2019 13:57 WIB
Rujak soto (Foto: Ardian Fanani)
Banyuwangi - Banyuwangi memiliki beragam macam kuliner yang tentunya lezat. Tak hanya itu, selain cita rasa nikmat, rupanya kuliner Banyuwangi sudah dinikmati puluhan tahun lalu oleh masyarakat Banyuwangi. Apa saja sih makanan khas Banyuwangi yang legendaris itu?

Rujak Soto

Foto: Ardian Fanani

Kolaborasi rujak sayur dengan soto babat ini menghasilkan rasa unik yang selalu dicari.

Rujak yang dipakai adalah campuran sayur mayur dengan bumbu kacang serta petis. Bumbu kacang dicampur dengan garam, kacang goreng, gula merah, asam dan juga pisang klutuk (pisang batu) muda. Pisang klutuk merupakan bahan yang wajib dalam rujak soto. Pisang ini akan memberikan rasa khas di rujak soto.

Sayurnya adalah rebusan kangkung, kacang panjang, kubis, turi dan juga potongan tahu dan tempe yang digoreng. Setelah selesai, rujak diwadahi mangkuk dan tinggal dituangi kuah soto babat sapi.

Rujak Soto dikenal sejak 1970-an. Rujak Soto terinspirasi dengan lagu Banyuwangi yang berjudul Rujak Singgul. Lagu itu menjelaskan nama-nama rujak sesuai dengan bahan dasarnya.

"Dulu yang nyanyi Sumiati. Lagu itu menyebutkan beberapa nama rujak, namun nama rujak soto masih belum disebutkan dalam lagu itu. Ada rujak uni, rujak locok, rujak lethok, rujak kecut, rujak cemplung," ujar budayawan Banyuwangi, Hasnan Singodimayan kepada detikcom, Sabtu (23/3/2019).

"Muncul juga rujak bakso dan pecel rawon. Tapi yang identik dengan Banyuwangi adalah rujak soto karena rasa dan perpaduannya memang unik," pungkasnya.


Sego Cawuk

Foto: Ardian Fanani

Menu ini cocok untuk sarapan. Sego Cawuk disajikan dengan parutan kelapa muda dan serutan jagung bakar yang dibumbui cabai, bawang merah, bawang putih serta sedikit asam. Untuk lauknya bisa dipilih, ada telur pindang, pepes ikan, pepes cumi, pepes telur ikan, kikil, dendeng manis. Jika suka pedas, bisa minta ditambah sambal.

Untuk rasa, jangan ditanya. Satu porsi Sego Cawuk memiliki banyak jenis bahan makanan, namun rasa Sego Cawuk masih ringan dan cocok untuk sarapan.

Nama Sego Cawuk diambil dari bahasa Using, bahasa khas Banyuwangi. Sego artinya nasi, sedangkan cawuk adalah makan makanan dengan tangan.


"Dulu makannya itu pakai tangan. Ini memang kuliner zaman dulu. Memang sedikit berkuah, tapi emang enak makan pakai tangan," ujar Subandi, penikmat kuliner Banyuwangi.

Salah satu kuliner yang masih ada saat ini adalah Sego Cawuk Mak Mantih (76) yang ada di Dusun Prejengan Desa Rogojampi Kecamatan Rogojampi. Warung ini berdiri sejak tahun 1972.


Pecel Rawon

Foto: Ardian Fanani

Bukan orang Banyuwangi yang tidak berani mengolaborasikan kuliner. Selain Rujak Soto, ada pula kuliner dari perpaduan makanan lain. Sajian itu adalah Pecel Rawon.

Pecel Rawon terdiri dari nasi pecel yang berisi sayuran rebus, seperti bayam, taoge, kacang panjang, dan sambal pecel. Selanjutnya nasi pecel itu disiram dengan kuah rawon. Sementara daging rawon tidak disertakan disana. Penggantinya adalah udang goreng, empal sapi, ragi, paru goreng kering, dan remukan rempeyek kacang.

Untuk kuliner ini bisa ditemukan di Rumah Makan Pecel Ayu, di Jalan Adi Sucipto Banyuwangi. Menurut pemilik Pecel Ayu, Sulistyawati (53) sajian pecel rawon sudah umum di Banyuwangi. Namun, Sulistyawati memastikan pada tahun 1975 hidangan pecel rawon belum pernah ia jumpai. Perempuan asli Banyuwangi ini mengawali berjualan pecel rawon pada tahun 1988 dengan gerobak di pinggir jalan kawasan Singomayan, Kota Banyuwangi.

"Saat itu sudah banyak penjual pecel rawon dari kelas kaki lima hingga restoran," ujarnya.


Sego Tempong

Foto: Ardian Fanani

Sego Tempong adalah makanan tradisional berupa sajian nasi yang disajikan dengan berbagai lauk pauk, lalapan dan sambal yang khas. Makanan ini sekilas terlihat sangat sederhana, namun memiliki rasa dan kenikmatan yang sangat khas. Nasi tempong ini merupakan salah satu makanan tradisional yang sangat terkenal dari Banyuwangi, Jawa Timur.

Sego Tempong atau nasi tempong kuliner pedas yang muncul di tahun 1980an. Nama Sego Tempong sendiri diambil dari kata "tempong" yang dalam bahasa osing berarti "tampar". Makanan ini dinamakan demikian karena memang ciri khas dari Sego Tempong ini adalah sambalnya yang pedas seakan menampar mulut kita.

Karena rasanya yang khas, kini Sego Tempong telah menjadi salah satu icon kuliner di Banyuwangi. Sehingga juga dapat dinikmati oleh masyarakat kota maupun para wisatawan yang datang ke sana.


Sego Tempong ini terdiri dari sajian nasi, lauk pauk, sambal dan sayuran sebagai lalapan. Untuk sambal yang disajikan merupakan sambal tomat pedas yang diolah dari bahan seperti cabai rawit, tomat, terasi dan lain-lain.

Satu porsi nasi tempong biasanya disajikan aneka lauk pauk seperti tahu, tempe, ikan asin dan perkedel jagung. Untuk sayuran juga terdapat sayur bayam rebus, terong rebus, mentimun dan daun kemangi sebagai lalapan. Selain itu ada juga menu tambahan seperti telur dadar, hati, pepes, ayam goreng dan beberapa jenis makanan laut lainnya. Dan tidak lupa juga sambal tempong yang menjadi ciri khas dari sajian Sego Tempong ini.


Pecel Pitik

Foto: Ardian Fanani

Dulu Pecel Pitik hanya disajikan pada saat ritual Suku Using saja. Namun saat ini sudah banyak warung hingga restoran yang menjualnya.

Pecel Pitik merupakan sajian kuliner dengan bahan dasar ayam kampung yang dipanggang dan kemudian disuwir dan dilumuri dengan parutan kelapa berbumbu kemiri, cabai rawit, terasi, daun jeruk, garam, dan gula. Dengan menggunakan paduan bumbu tersebut, tercipta rasa Pecel Pitik yang gurih, sedikit pedas, dan cita rasa khas Banyuwangi.

Nama Pecel Pitik itu sendiri tidak serta merta karena terbuat dari bahan dasar ayam (pitik dalam Bahasa Jawa).

"Pecel Pitik memiliki arti diucel-ucel hang perkara apik. Arti kalimat itu dilumuri dengan berbagai perkara yang baik," ujar Suhaimik, Ketua Adat Desa Kemiren Banyuwangi.

Saat merasakan kuliner Pecel Pitik, tentu akan sangat terasa daging ayam yang empuk dan lezat. Selain karena bumbu yang melumuri ayamnya, hal itu juga disebabkan oleh ayam kampung yang digunakan harus yang masih muda dan pemanggangannya menggunakan tungku dan kayu.

"Pemanggangan secara tradisional warisan leluhur. Tapi ternyata aroma dan rasa daging ayam yang lebih lezat dibandingkan pemanggangan dengan cara modern," tambahnya.

Dalam proses pemasakannya, ada pantangan yang harus dilaksanakan. Salah satunya yaitu dilarang menyuwir daging ayam yang sudah dipanggang menggunakan pisau, harus menggunakan tangan. Sementara memasaknya pun tidak boleh berbicara dan terus berdoa. (iwd/iwd)