"Ya, saya sampaikan tadi ke kasatpol. Saya juga nggak kepingin anggota saya yang niatnya menertibkan. Itu kan sudah kita berikan waktu (sosialisasi) sehingga kita tidak membunuh atau mematikan usaha itu," kata Risma kepada wartawan di kediamannya Jalan Sedap Malam, Rabu (27/2/2019).
Dikatakan Risma, saat ini pihaknya sudah melaporkan ke pihak polisi untuk memprosesnya secara hukum.
"Lanjut kita sudah lapor ke polisi dan kita punya rekaman siapa orangnya dan kita akan pasang di kamera itu. Dan saya sampaikan kita ada face recognition yang kita bisa pantau kita bisa nangkap orang itu," terang Risma.
"Sekarang lari ke luar kota kita bisa tangkap dengan face recignition itu kita bisa tangkap orang itu kalau dia masuk ke Surabaya lagi," lanjut alumnus ITS itu.
Risma menambahkan, saat ini ia telah berkoordinasi dengan tentara dan polisi untuk nantinya turut membantu dalam setiap penertiban. Hal itu juga bertujuan agar kejadian kekerasan terhadap Satpol PP tidak terulang kembali.
"Nah, kami akan minta bantuan garnisun dan polisi untuk ini. Saya sudah berkali-kali bilang tolong berhati-hati (terutama) yang sering rawan. Karena saya jaga kota ini agar ini aman," tegasnya.
"Contohnya sekarang pos-pos pengamanan kini ada lebih 11 pos yang kita sebar yang kita indikasikan jambret (kejahatan) terutama malam hari, saya tambah lampu ada pos pengamanan," imbuhnya.
Risma menuturkan, hal itu dilakukan, karena Satpol PP tidak memungkinkan membawa senjata api. Sedangkan alat untuk melindungi diri hanya sebatas rompi.
"Kan izinnya itu susah. Izinnya kalau megang senjata harus ada tes psikologi. Sebetulnya sudah pakai rompi itu. Tapi kemarin itu kan kena tangannya," tandas Risma. (fat/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini