"Kita mengetahui sekitar 13 persen masyarakat di Surabaya memilih bisa dipengaruhi oleh money politic, sedangkan sisanya menolak," kata Direktur Utama Lembaga Survei Proximity Whima Edy Nugroho kepada detikcom, Kamis (24/1/2019).
Akan tetapi Whima menemukan, ada pula pemilih yang tetap menerima uang dari kandidat caleg, tetapi di hari pencoblosan, mereka akan tetap memilih sesuai hati nuraninya.
Selain politik uang, Whima juga menemukan dua faktor lain yang bisa mempengaruhi alasan pemilih dalam menjatuhkan pilihannya.
"Di survei ada 3 faktor utama. Pertama adalah caleg yang mau berkunjung ke masyarakat atau merakyat itu sekitar 35 sampai 60 persen pengaruhnya," terang Whima.
Kedua, calon yang terkena masalah hukum. Pada faktor ini, ia menemukan ada sekitar 33 sampai 34 persen yang bisa mempengaruhi alasan pemilih enggan untuk memilih.
"Kemudian yang kedua untuk caleg yang kena kasus hukum. Jadi, itu terkait dengan integritas 33 sampai 34 persen. Baru yang ketiga adalah money politic tadi," ungkapnya.
Whima menegaskan, survei digelar sejak tanggal 11 hingga 20 Januari 2019. Sedangkan untuk respondennya berjumlah 800 orang dengan margin error sekitar 4,3 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
"Kita mengambil 800 reaponden dengan marginal error 4,3 persen dengan selang kepercayaan 95 persen. Metode wawancara face to face dengan multi stage random sampling," pungkas Whima.
'Ikuti perkembangan Pemilu 2019 hanya di detik.com/pemilu' (lll/lll)











































