Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Surabaya Joestamasji mengatakan, salah satu bahaya yang sering diabaikan adalah limbah penyembelihan. Di Surabaya, saat ini belum mempunyai RPU yang sudah berstandar seperti Instalasi Pengelolahan Air Limbah (IPAL).
"Kita melihat di Surabaya ini belum punya rumah potong unggas. Kalau ngomong idealnya sebenarnya tempat penyembelihan ada peralatan penyembelihan dan ada IPAL-nya. Kalau yang unggas itu ada ada zoonosis, penyakit yang dari hewan menular ke manusia," kata Joestamasji di ruang Humas Pemkot Surabaya, Rabu (12/12/2018).
Beberapa solusi, lanjut Joestamasji, sudah pernah dibicarakan seperti alih fungsi rumah pemotongan hwwan (RPH) menjadi rumah pemotongan unggas (RPU). Namun semuanya itu masih sebatas usulan.
"Di Surabaya, RPH kan punya dua tempat satu di Pegirian dan di Kedurus. Tapi kapasitas pemotongan tidak banyak. Kenapa yang satu umpama di Kedurus tidak dijadikan rumah pemotongan unggas (RPU). Itu salah satu usulan diskusi kami," bebernya.
Dalam sosialiasi juga, pihak pemkot memilih lebih berhati-hati karena tidak mau ada kesan pelarangan atau merampas penghasilan dari penjual. Untuk itu pemkot lebih memilih lebih pada sosialisasi kepada para pedagang.
"Karena dari pengamatan kami, ada penjual di pasar itu ya menjual daging ayam, ya menjual daging ayam dan beberapa melakukan pemotongan sendiri juga," ujar Joestamasji.
Joestamasji mencontohkan di DKI menerapkan aturan yang ketat terhadap unggas yang akan masuk dan dijual. Menurutnya hal itu suatu saat bisa dicontoh. Meski begitu harus ada koordinasi yang kuat antara pemerintah daerah atau kota pemasoknya.
"Di DKI kalau unggas masuk sudah jadi daging karkas. Kalau masih unggas dilarang masuk. Kita bisa saja mencontohnya tapi kan harus ada perda yang mengatur. Nah kalau sudah diterapkan seperti itu, sudah tidak butuh lagi kita RPU," ungkapnya.
Namun jika aturan itu dilaksanakan, juga akan terkendala pada tradisi masyarakat. Karena saat ini diketahui sebagian maayarakat terkadang lebih memilih ayam atau unggas secara hidup dan disembelih sendiri. Daripada membeli daging secara karkas.
"Padahal antara rasa daging karkas atau daging beku dengan daging unggas dengan menyembelih sendiri sama kualitasnya. Tapi masyarakat kita masih percaya dengan membeli unggas dan menyembelih sendiri dinilai lebih segar dagingnya. Padahal tidak," tandasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini