Lantas seperti apa kisah tragedi 'Gerbong Maut' itu sendiri?
Dihimpun detikcom dari berbagai referensi sejarah, tragedi Gerbong Maut bermula saat Belanda hendak memindahkan tawanan yang ada di Bondowoso ke penjara Bubutan, Surabaya. Para tawanan itu tak lain adalah anggota Tentara Rakyat Indonesia (TRI), tahanan rakyat, gerakan bawah tanah dan polisi.
Proses pemindahan tawanan ini dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama dan kedua berlangsung lancar. Namun sebuah tragedi terjadi ketika proses pemindahan tahap ketiga dilaksanakan.
Hari itu tanggal 23 November 1947. Sebanyak 100-an tawanan dipersiapkan menuju lokasi pemberangkatan, yaitu Stasiun Bondowoso. Ratusan tawanan itu diangkut menggunakan tiga gerbong.
Gerbong pertama dengan kode GR 5769 diisi 32 orang, lalu gerbong kedua dengan kode GR 4461 diisi 30 orang, dan sisanya berebut masuk ke gerbong terakhir dengan kode GR 10152 karena panjang dan masih baru. Gerbong ini kemudian terisi 38 tawanan.
Kereta yang berangkat sekitar pukul 04.00 pagi itu sempat berhenti sejenak di Stasiun Kalisat, Jember untuk menunggu rangkaian kereta dari Banyuwangi. Setelah tersambung, kereta pun melanjutkan perjalanan ke Surabaya.
![]() |
Namun karena gerbong-gerbong itu sebenarnya diperuntukkan mengangkut barang, maka gerbong itu tidak dilengkapi jendela ataupun ventilasi. Pintunya pun tertutup rapat agar tawanan tidak melarikan diri.
Akibatnya hawa panas dan pengap menyergap para tawanan. Apalagi mereka tak diberi makan dan minum. Padahal perjalanan dari Bondowoso ke Surabaya itu menghabiskan waktu selama 16 jam karena jaraknya yang mencapai 240 km.
Di tengah perjalanan mulailah terdengar teriakan dari dalam gerbong. Beberapa tawanan juga menggedor-gedor gerbong meminta akses ventilasi udara. Namun Belanda tak menghiraukan keadaan itu dan tetap melanjutkan perjalanan.
Lama-kelamaan suara teriakan tawanan dari dalam gerbong makin berkurang. Bahkan saat tiba memasuki Stasiun Bangil dan Sidoarjo, suara-suara itu hilang sama sekali.
Kereta ini akhirnya tiba di Stasiun Wonokromo, Surabaya sekitar pukul 20.00 WIB. Akan tetapi ketika gerbong dibuka, banyak tahanan yang lemas, bahkan meninggal dunia karena kekurangan oksigen dan kepanasan.
Rinciannya, di gerbong pertama, 32 tawanan selamat namun lemas, di gerbong kedua 8 tawanan yang meninggal, sedangkan di gerbong terakhir, 38 tawanan yang ada di dalamnya ditemukan tak bernyawa. Total ada 46 tawanan yang mati lemas di dalam gerbong maut tersebut.
Untuk memperingati tragedi ini, dibangunlah Monumen Gerbong Maut di Alun-alun Bondowoso. Dari tiga gerbong yang ada, kabarnya hanya tersisa dua gerbong. Yang satu disimpan di Malang dan satu lagi di Surabaya.
"Jika pemerintah mau, kan bisa dipindah ke sini (Bondowoso). Apalagi di stasiun ini kan ada museum kereta api. Di stasiun itu juga awal mula tragedi," tutur pemerhati sejarah Bondowoso, Junaidi kepada detikcom, Selasa (27/11/2018). (lll/lll)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini