Risma menjelaskan sejak beberapa tahun silam, pemilik rumah di sepanjang Jalan Kalisari tidak bisa mendapatkan haknya, yaitu keluar-masuk rumah dengan leluasa karena terhalang oleh PKL. Bahkan banyak dari mereka yang terpaksa menutup usahanya.
"Itu sudah beberapa tahun sampai kasihan aku sama pemilik rumah. Pemilik rumah ini sudah bayar pajak, bayar PBB tapi kemudian tidak bisa banyak yang meninggalkan rumahnya dan tidak bisa membuka usahanya. Saya mohonlah ini untuk keadilan. Saya mohon pengertiannya, itu banyak usahanya yang mati," kata Risma kepada wartawan, Selasa (13/11/2018).
Risma menambahkan, pihaknya tak hanya melakukan penertiban tetapi juga telah mempersiapkan lahan baru untuk para PKL berjualan.
"Kalau sekarang masih sepi, ya biasalah. Dulu di Keputran juga awalnya begitu, tapi sekarang sudah puluhan juta penghasilannya. Pasar ikan di Gunungsari juga begitu, tapi coba sekarang dilihat," ujarnya.
Persoalan baru kemudian muncul ketika banyak PKL dari luar Surabaya yang ingin masuk ke sentra PKL tersebut. Padahal Risma memastikan yang boleh masuk ke sentra PKL itu hanyalah PKL warga Kota Surabaya, mengingat sentranya sendiri adalah aset Pemkot dan disediakan secara cuma-cuma.
"Jadi itu masalahnya, tidak bisa aku memasukkan. Itu untuk warga Surabaya dan sudah dihitung semuanya. Saya mohonlah sekali lagi pengertiannya," pintanya.
Selain itu, Risma mengakui masih ada pekerjaan rumah (PR) yang harus ia selesaikan dalam menertibkan para PKL dan mengembalikan fungsi jalan di Kota Surabaya. Semisal mengatur PKL di sekitar Tugu Pahlawan dan sekitaran Pasar Wonokromo di malam hari.
"Kalau yang PT Iglas menang (dari kasasi), maka Pasar Wonokromo yang malam itu bisa dimasukkan ke situ, pabrik karung juga bisa. Kalau sudah masuk, maka tidak akan lagi diusir oleh Satpol PP dan tidak akan diobrak-obrak lagi," tutupnya. (lll/lll)











































