Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni mengatakan pihaknya kini tengah getol mencari sumber mandeknya usaha batik Ponoragan. Ternyata penyebab utamanya adalah tidak adanya pangsa pasar.
Beberapa perajin juga mengeluhkan kendala modal dan pemasaran. Alhasil hingga saat ini hanya tersisa 10 perajin batik.
Ipong pun sempat mewajibkan PNS dan pelajar untuk memakai batik Ponoragan demi mendongkrak sektor pemasaran. Sayangnya, dalam praktek tidak adanya kekompakan antara perajin dan pengusaha batik.
"Akhirnya perajin dan pengusaha batik malah gaduh jadinya," tutur Ipong saat dihubungi wartawan, Selasa (2/10/2018).
Akibat kondisi tersebut pelestarian batik Ponoragan pun seret. Menurut Ipong, perkembangan batik ini sangat dipengaruhi oleh pangsa pasar. "Pasar ini yang sulit, karena semua daerah mengembangkan batik. Harus punya ciri khas tersendiri," terang dia.
Batik Ponoragan sendiri, lanjut dia, kaya akan motif. Mulai dari motif adepan, kembang soko, serat aji serta senjang jenduk. Bahkan demi mengikuti perkembangan zaman dan menarik minat pembeli, beberapa perajin membuat kombinasi bulu merak dengan dadak merak, gamelan serta aksesoris yang biasa dipakai saat pertunjukan kesenian reog.
"Semua inovasi tersebut tidak akan berkembang kalau tidak ada pangsa pasar. Pemkab pun mendirikan kampung batik dan reog di Tambakbayan," jelasnya.
Saat ditanya apakah pemkab sudah mendaftarkan hak paten, Ipong pun menjawab hal tersebut belum mendesak. Menurutnya, pemkab juga memberikan intensif dan pelatihan rutin bagi para perajin.
"Harapannya bisa mendorong kreativitas para perajin dan warga Ponorogo bisa cinta batik Ponoragan," pungkasnya.
Saksikan juga video 'Menelusuri Perjalanan Batik di Indonesia':
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini