"Presiden Jokowi tepat sekali langsung menginstruksikan jajarannya duduk bersama, mediasi. Kondisi ekonomi saat ini penuh tantangan, tentu tidak baik jika gaduh di media," ujar Ketua HIPMI Jatim Mufti Anam di Surabaya, Jumat (21/9/2018).
Mufti mengatakan, masing-masing pihak yang berpolemik punya landasan argumentasi. Ada argumentasi bahwa impor merupakan hasil rapat koordinasi antar kementerian, ada argumentasi soal stok beras terkini. Ada pula argumentasi soal antisipasi mundurnya musim tanam akhir tahun ini. Karena kemarau sesuai prediksi BMKG yang berkonsekunsi ke mundurnya panen raya awal 2019.
"Karena masing-masing punya basis argumentasi, ya tentu lebih baik ini didialogkan. Kalau situasi gaduh dan berpolemik terbuka di media, dunia usaha makin tidak kondusif. Padahal, ekonomi kita sedang menghadapi tantangan. Jadi perlu situasi kondusif," ujar Mufti.
Mufti mengatakan, tahun ini terdapat dua momentum sekaligus yang harus dikelola pemerintah dengan baik. Pertama, akhir 2018 ini adalah tahun politik yang ditandai dengan makin panasnya kontestasi demokrasi.
Kedua, pada saat bersamaan Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang luar biasa. Mulai dari perang dagang AS versus China, tumbangnya negara-negara berkembang. Seperti Argentina, hingga naiknya suku bunga Bank Sentral AS yang membuat investor membawa dolar AS "pulang kampung" sehingga rupiah tertekan.
"Di antara dua momentum itulah, kita perlu dingin meresponsnya. Tidak perlu berpolemik terbuka, karena membuat situasi ekonomi makin tidak kondusif. Kalau tidak kondusif, bisa dimanfaatkan oleh kepentingan politik tertentu karena sekarang ini tahun politik," ujarnya.
Tonton juga 'Sandi Kritik Beda Pendapat Mendag dan Buwas soal Impor Beras!':
(bdh/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini