Di awal bulan Suro ini, 400 warga dari berbagai kota di Jatim berkunjung ke Pendopo Agung Trowulan. Dalam balutan kain putih, ibu-ibu, anak-anak, gadis remaja hingga pria dewasa mengikuti ritual yang disebut Ruwat Sukerta.
Secara bergantian, setiap peserta ruwatan mengikuti ritual ini dengan tertib. Setelah rambut mereka dipotong sebagian, tubuh mereka kemudian disiram dengan air bercampur kembang 7 rupa. Ritual ini konon menjadi simbol penyucian diri dari energi negatif.
Salah seorang peserta bernama Rutminingsih (36) mengaku sudah tiga kali mengikuti ritual ini. Wanita asal Mojokerto ini khusus datang untuk mengikuti ruwat bersama keluarganya.
"Saya sudah tiga kali ikut ruwatan. Percaya tak percaya ya, ini pembersihan diri dari hal-hal yang buruk. Kadang kan ada orang yang sirik sama kita ya," kata Rutminingsih kepada wartawan di lokasi, Kamis (13/9/2018).
![]() |
Hal senada diutarakan Fitriana Wahyudianti yang juga berasal dari Kota Mojokerto. Gadis 18 tahun ini mengaku baru sekali mengikuti Ruwat Sukerta karena ajakan ibunya.
"Katanya dosa-dosanya bisa hilang, badan jadi segar dan tak sakit-sakitan," ujarnya.
Tokoh adat Mojokerto, Ki Wiro Kadek Wongso Jumeno menjelaskan, air yang digunakan untuk Ruwat Sukerta bukan air sembarangan. Menurutnya, air itu diambil dari 7 petirtaan peninggalan Majapahit yang dianggap suci.
Pengambilan air sendiri dilakukan melalui ritual khusus. "Air dari petirtaan suci merupakan simbol perjalanan suci. Kita harus berperilaku benar karena keburukan disembunyikan seperti apapun akan ketahuan juga," terangnya usai melakukan siraman kepada para peserta Ruwat Sukerta.
Melalui Ruwat Sukerta ini, tambah Ki Wiro, diharapkan bisa membersihkan energi negatif yang melingkupi masing-masing peserta.
"Energi negatif dikeluarkan melalui media petirtan yang sudah diberi mantra. Ruwatan ini untuk menghidarkan diri dari malapetaka, mengeluarkan kesialan atau balak dari manusia," tandasnya.
Tonton juga 'Meriahnya Festival Grebeg Suro Banyuwangi':