Pencinta Burung Berkicau di Mojokerto Tuntut Permen LHK Dicabut

Pencinta Burung Berkicau di Mojokerto Tuntut Permen LHK Dicabut

Enggran Eko Budianto - detikNews
Selasa, 14 Agu 2018 14:56 WIB
Foto: Enggran Eko Budianto
Mojokerto - Ratusan pencinta burung berkicau di Mojokerto memprotes penerapan Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No P20 tahun 2018 Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Peraturan ini dinilai menghambat pelestarian beberapa jenis burung berkicau.

Koordinator aksi Adensyah mengatakan, Peraturan Menteri LHK itu menggantikan PP No 7 tahun 1999. Dalam peraturan yang baru disahkan, sejumlah burung kicau dimasukkan kategori satwa dilindungi.

Antara lain burung Muray Batu, Cucak Hijau, Cucak Rowo, Cililin, Beo, Kolibri, Kenari, Pleci atau Kacamata Jawa, Opior Jawa dan Gelatik. Padahal sebelumnya burung-burung itu tak dilindungi sehingga bebas dikembangbiakkan maupun dipelihara.

"Kalau masuk satwa dilindungi, setiap orang yang memelihara akan kena pidana. Dalam Pasal 21 ayat (2) UU RI No 5 tahun 1990 dilarang memelihara, menyimpan satwa yang dilindungi dalam kondisi hidup atau mati. Ancaman pidananya penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta," kata Adensyah kepada detikcom di titik kumpul massa, Desa Jampirogo, Sooko, Selasa (14/8/2018).

Adensyah menjelaskan, selama ini burung kicau Muray Batu dan lainnya, sudah banyak dikembangbiakkan dalam penangkaran. Baik penangkaran skala kecil maupun besar di Mojokerto. Belum lagi banyaknya warga yang memelihara burung ini untuk kompetisi maupun sebatas hiasan di rumah.

"Kami khawatir dengan pemberlakukan Permen No P20 ini akan banyak pecinta burung yang kena masalah hukum," ujarnya.

Belum lagi persoalan biaya jika harus mematuhi peraturan tersebut. Menurut Adensyah, untuk sekadar memelihara burung kicau tersebut, setiap penghobi harus mengeluarkan dana Rp 500 ribu. Belum lagi biaya untuk izin penangkaran mencapai Rp 2,5 juta.

"Untuk mendapatkan sertifikat Rp 500 ribu, izin penangkaran sampai Rp 2,5 juta, belum pajaknya. Harga burung Muray Batu Rp 2-3 juta. Padahal penangkaran butuh waktu lama, menjodohkannya susah. Kalau tak cocok akan mati. Siapa yang akan mau menangkar," terangnya.

Untuk itu, hari ini pihaknya menggelar unjuk rasa ke kantor BBKSDA di Surabaya. Aksi ini untuk menuntut pemerintah agar merevisi Permen LHK No P20 tahun 2018.

"Kami menolak penerapan Peraturan Menteri tersebut, kami minta peraturan ini segera direvisi," tandasnya. (fat/fat)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.