Pengasuh ponpes bernama Yayasan Pondok Pesantren (YPP) Al Ikhlas, KH Zaini Ahmad (49) mengaku di masa kecil kesusahan mendapatkan pendidikan karena latar belakang ekonomi.
"Zaman saya untuk sekolah susahnya luar biasa. Saya dari keluarga biasa dengan ekonomi terbatas. Membayar uang sekolah bukan perkara mudah, harus tirakat dan berhemat," terangnya saat berbincang dengan detikcom, Selasa (7/8/2018).
Bahkan ia harus menyambi sebagai kuli bangunan untuk membiayai sekolah. "Saya pernah jadi kuli untuk bisa sekolah dan mondok," ungkapnya.
Karena pengalamannya itu, Gus Zaini bertekad mendirikan yayasan pendidikan. "Kami bersyukur niat itu dikabulkan Allah. Dan malah bisa memberikan pendidikan gratis. Saya berterima kasih juga pada para pengurus dan semua yang mendukung yayasan ini," tuturnya.
Ditegaskan Gus Zaini, siapapun bisa mendaftar untuk bersekolah di ponpesnya. Namun pihaknya mengaku memprioritaskan mereka yang berasal dari keluarga dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah.
Saat ini ponpes yang terletak di Desa Kedungdukuh, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan tersebut memiliki sekitar 500 santri. Sebagian mengambil pendidikan formal di sekolah sambil menempah ilmu agama di di pondok pesantren. Separuhnya hanya menempuh pendidikan formal di sekolah milik yayasan dan pulang-pergi.
Namun semuanya tidak dipungut biaya sepeserpun, sejak mendaftar hingga dinyatakan lulus dari sekolah ini. Bahkan seragam dan makanan diberikan secara cuma-cuma oleh ponpes. "Baik yang mondok maupun yang hanya sekolah, semuanya digratiskan. Tidak dibedakan," tambahnya.
Tak hanya itu, menurut keterangan salah satu guru bernama Maksun, ponpes juga memberikan gaji secara penuh kepada setiap guru yang ada. "Yayasan ini punya 46 guru dan ustad. Semuanya dapat honor setiap bulan," ujarnya.
Gus Zaini mengungkapkan dana untuk membiayai seluruh kegiatan pendidikan dan operasional sekolah diambilkan dari laba usaha yayasan dalam bentuk koperasi.
Selain dari koperasi, ponpes juga menerima sumbangan tak mengikat dari para donatur. "Kami optimalkan koperasi dan sumbangan dari para dermawan yang tak mengikat," terangnya.
Diakui Maksun, pihaknya sering mengalami kesulitan keuangan. Bahkan di awal-awal kebijakan ini diberlakukan, pengasuh disebut kerap menggadaikan mobilnya untuk memenuhi kebutuhan ponpes.
"Saat-saat sulit itu kiai seringkali gadaikan mobil. Bahkan beliau pernah menjual mobilnya untuk menutup biaya. Saya lupa saat itu mobil apa," tutur Maksun.
Namun dengan komitmen mereka untuk memberikan pendidikan gratis, Allah malah memberi jalan. "Namun berkat pertolongan Allah, pesantren bisa (menggratiskan biaya pendidikan sampai sekarang, red)," ungkapnya.
Bahkan seiring dengan berjalannya waktu, murid yayasan terus bertambah. Pemerintah kemudian mendengar upaya ponpes ini untuk mengentaskan pendidikan.
"Dua tahun belakangan, sejumlah siswa mendapat BOS (batuan operasional siswa) dan BSM (bantuan siswa miskin) dari pemerintah. Bisa meringankan dan membantu," tambahnya.
Maksun pun menambahkan, berkat ketekunan mereka, saat ini usaha pesantren juga berkembang sehingga bisa menopang biaya pendidikan para santri.
"Pesantren juga punya aset 3 mobil L300 yang selain untuk usaha juga dimanfaatkan untuk antar jemput murid yang berasal dari luar desa," pungkas Maksun.
Subhanallah. (lll/lll)