Diduga bocor terjadi dalam proses penyaringan tambang pasir. Sehingga mengganggu produktivitas dan mencemari lahan pertanian warga sekitar.
Bahkan cara membuang limbah terkesan asal-asalan.
"Kami sudah melakukan kajian di lokasi dan hasilnya memang harus dihentikan," tutur Kepala Dinas LH Sapto Djatmiko kepada detikcom saat ditemui di kantornya Jalan Halim Perdana Kusuma, Kamis (2/8/2018).
Menurut Sapto, lokasi tambang pasir tersebut bersebelahan langsung dengan aliran sungai yang dimanfaatkan warga untuk irigasi pertanian. Bisa dipastikan aliran limbah dari tambang tersebut berdampak pada pencemaran lingkungan terutama sedimentasi.
"Kalau limbahnya dibuang langsung ke sungai kan berdampak pada endapan pasir. Itu kan berpengaruh pertumbuhan padi petani," jelasnya.
Idealnya, lanjut Sapto, pemilik usaha tambang pasir harus membuat kolam penampungan hasil penyaringan pasir. "Setidaknya ada 4-5 kolam saring, sehingga air hasil pencucian pasir itu jernih," papar dia.
Saat ditanya soal kepemilikan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Sapto mengaku dokumen tersebut sudah dikantongi pemilik. Namun mereka belum memenuhi syarat terkait dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
"Jadi tambang tersebut dihentikan sementara untuk produksinya sampai dipenuhi syaratnya," tukas dia.
Sapto menegaskan pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menutup pertambangan ini. Karena kewenangan penutupan tersebut langsung melalui Pemprov Jatim. "Saya hanya mempunyai kewenangan untuk menghentikan operasional pertambangannya," pungkasnya. (fat/fat)