Acara tersebut juga dihadiri cucu Bung Karno, Puti Guntur Soekarno. Masa tenang tidak membuat Calon Wakil Gubernur Jawa Timur ini berhenti beraktivitas.
"Mbak Puti datang sebagai cucu Bung Karno, beliau mengaku sangat senang dengan sarasehan yang dilakukan kali ini," kata Sekretaris Sarasehan Kebangsaan Dirgahayu 639 tahun Bhinneka Tunggal Ika dan Bulan Soekarno di Untag Surabaya, Rita Wahyu, Senin (25/6/2018).
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga nampak hadir. Sedangkan Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menjadi pemateri dalam acara tersebut. Dalam materinya, Basarah mengingatkan bahwa Bangsa Indonesia memiliki salam resmi yang mempunyai landasan yuridis. Salam tersebut adalah 'Merdeka'.
Presiden pertama Indonesia Ir Soekarno, kata Basarah, telah menetapkan salam tersebut sebagai salam nasional Bangsa Indonesia pada tanggal 31 Agustus 1945 yang ditetapkan dalam sebuah maklumat.
"Dan oleh Presiden setelah Bung Karno, yaitu Presiden Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan saat ini Joko Widodo, ketetapan tersebut belum dicabut. Sehingga sampai saat ini, salam tersebut masih resmi secara yuridis menjadi salam bangsa kita," jelas Basarah.
Basarah lalu menunjukkan tata cara yang benar bagaimana menyampaikan salam tersebut sesuai yang diajarkan Bung Karno. Pertama, kata dia, adalah angkat tangan tepat di atas pundak dan dengan lima jari menghadap ke atas.
"Lima jari tersebut melambangkan lima sila Pancasila dan pundak melambangkan beban serta tanggung jawab," terangnya.
"Untuk itu, kita harus bersama-sama mengawal cita-cita bangsa ini, dasar negara ini dengan tanggung jawab penuh kita sebagai bangsa Indonesia," ungkap Basarah.
Sementara, Risma mengatakan bahwa Bung Karno lahir di Kota yang sedang dipimpinnya kali ini yakni Surabaya. Ada rasa bangga tersendiri baginya lantaran Presiden RI pertama ini lahir di Jalan Pandean.
"Saya menjadi Wali Kota selalu saya bawa dan berbicara di luar negeri. Kita patut belajar kepada tokoh untuk menginspirasi kita agar lebih baik, termasuk Bung Karno," katanya.
Menurut Risma, masih ada orang yang sering kali meragukan siapa itu Bung Karno. Bapak Proklamator ini, kata Risma, rela dibuang kemana-mana, dipenjara demi bangsa Indonesia.
"Mari kita bersama-sama bergandengan tangan. Kita sudah terbang, saatnya meninggalkan kemiskinan. Bagaimana bisa maju kalau kita ribut karena perbedaan. Saya ingin mengatakan bahwa kita ini adalah bangsa besar," tegasnya. (ze/iwd)