Dalam acara tersebut juga digelar diskusi, pameran foto, dan juga nonton bareng tragedi kemanusian Mei 1998. Mulai dari aksi kekerasan hingga penjarahan pada waktu itu.
Untuk diskusi, panitia menghadirkan narasumber seperti Andy Yentriyeni, mantan komisioner Komnas Perempuan dan juga Peneliti Mei 98; Pratiwi, dosen Ubaya; Poedjiati Tan, sktivis Perempuan yang juga dosen Universitas Ciputra; Aan Anshori dari JIAD; dan juga Dewi Susilo Budiharjo, aktivis Perempuan Tionghoa.
Dalam diskusi tersebut panitia membahas tema besar ketertindasan masyarakat Tionghoa pada tragedi Mei 1998. Mantan komisioner Komnas Perempuan dan Peneliti Mei 98, Andy Yentriyeni mengatakan merefleksi tragedi Mei 1998 itu sangat penting. Sebab peristiwa itu adalah yang melatarbelakangi reformasi.
"Refleksi ini penting mau di Surabaya maupun di seluruh nusantara. Karena ini menjadi latar reformasi. Ini menjadi pengingat kita untuk berbuat kedepannya lebih baik, merangkul semuanya," kata Andy kepada detikcom, Minggu (3/6/2018).
Menurut aktivis perempuan yang akrab di panggil Andy ini, peristiwa Mei 98 bukan hanya peristiwa kekelaman. Namun di saat bersamaan membangkitkan solidaritas nasional.
"Banyak perubahan dari struktural, sistemik, sosial budaya yang harus terus diperjuangankan," ungkap Andy.
Menurut Andy, refleksi peristiwa Mei 98 ini penting untuk anak-anak muda saat ini. Sebab anak-anak muda bisa mengenali sebuah konflik dan bisa belajar tentang akar masalahnya yang bisa terjadi hari ini dan masa depan.
"Mei 98 mengingatkan kita ada politik segregasi. Politik kebencian. Politik prasangka dan politik pecah belah seperti zaman belanda dulu. Karena hal itu juga bisa terjadi pada masa sekarang juga baik itu nasional maupun global," ujar Andy.
Untuk itu, Andy menyampaikan perlu adanya peningkatan kemawasan kepada anak-anak muda jaman sekarang yang lebih terpapar pada informasi.
"Kekerasan telah menjadi bagian dari budaya. Dibiasakan untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan itu yang harus dilawan. Bagian-bagian ini yang harus dipahami oleh anak-anak muda jaman sekarang. Sehingga dia melihat peristiwa tidak menjadi beku. Tapi buat pembelajaran buat masa kini dan depan," ungkap Andy.
Sementara itu, Aktivis Perempuan dan juga dosen Universitas Ciputra Poedjiati Tan mengatakan bahwa refleksi Mei 98 ini penting. Sebab menurut hingga saat ini masyarakat Tionghoa menjadi korban pada peristiwa Mei 98.
"Selama ini orang Tionghoa selalu ditakut-takutin bila terjadi sesuatu, kami selalu jadi korbannya. Padahal hal itu semacam dibikin dan korbannya paling banyak adalah perempuan," ujar Poedjiati.
Poedjiati juga mengungkapkan ketakutan pasca peristiwa Mei 98 hingga hari ini masih terbawa. Ketika ada konflik yang menyangkut peristiwa Mei 98, hal itu selalu terpapar di masyarakat Tionghoa.
"Kamu tidak mau kan seperti peristiwa 98. Padahal kami juga orang Indonesia. Kami juga tidak tahu keluarga kami yang di Tionghoa itu bagaimana," ucapnya.
Ia juga mencontohkan, ketika ada peristiwa penistaan oleh Ahok hingga mengolok-olok Presiden Jokowi, Identitas orang Tionghoa selalu dibawa.
"Kalau menyangkut Tionghoa langsung semua digeneralisasi, semua orang Tionghoa ikut bersalah. Kebencian itu seakan diturun dari kakek kecucunya. Itu mau sampai kapan," ujar Poedjiati.
Menurut Poedjiati banyak korban dari orang Tionghoa yang tidak diperlihatkan pada peristiwa Mei 98. Mereka menganggap semua orang Tionghoa itu kaya. Padahal ada juga yang miskin yang menjadi korban.
"Banyak orang Tionghoa yang miskin yang menjadi korban. Makanya kami mengelar refleksi di Tambak Bayan ini," ungkap Poedjiati.
Untuk itu, Poedjiati menyampaikan harus ada perubahan dari banyak sisi untuk meninggalkan ketakutan. Salah satu harus ada yang terjun di bidang politik.
"Kami tidak harus menjadi penonton saja. Harus berani ada yang terjun di bidang politik. Harus berani berbicara harus melakukan sesuatu," ujar Poedjiati.
Dalam acara refleksi 20 tahun Mei 98 di kampung pencinan Tambak Bayan Surabaya. Panitia juga menghadirkan salah satu saksi mata korban kekeran seksual yang terjadi pada Mei 98 yakni Bingky. Pada waktu itu ia menjadi saksi atas peristiwa pemerkosaan perempuan Tionghoa yang diperkosa di depan suaminya yang terjadi di kawasan Semampir, Surabaya.
Pada penutup acara, semua warga keturuan thionghoa melakukan doa bersama untuk korban kekerasan pada peristiwa Mei 98. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini