"Jadi begini. Pendamping dan penerima manfaat PKH itu adalah rakyat yang mempunyai hak memilih dan dipilih. Terkait pilkada mereka bebas menentukan pilihannya. Yang tidak boleh itu adalah kalau mereka melakukan mobilisasi dengan menggunakan posisinya sebagai pendamping," kata Idrus dalam keterangannya, Rabu (2/5/2018).
Idrus menyatakan, "Kalau masyarakat penerima PKH melakukan secara bersama-sama dan kelompok itu kan sama saja dengan yang lain, lalu apa bedanya? Kan mereka juga rakyat yang perlu menyalurkan aspirasinya. Yang tidak boleh sekali lagi adalah kalau posisinya sebagai pendamping digunakan sebagai alat karena pakta integritas yang diteken, pendamping harus netral dan tidak berpolitik praktis."
Idrus menjelaskan tim Kemensos sudah mengkonfirmasi kejadian di Lamongan. Orang yang menyelipkan stiker pasangan cagub-cawagub Jatim bukan pendamping, melainkan penerima manfaat.
"Kalau penerima manfaat, kita tidak dalam posisi mengambil langkah untuk itu. Karena mereka itu rakyat menyalurkan aspirasi, mereka menyampaikan dukungan. Terserah mereka, bebas," tutupnya.
Stiker di program PKH pada pertengahan April 2018 ditengarai sebagai kampanye terselubung. Kejadian ini diusut Panwaslu Lamongan. Sejumlah saksi diperiksa. Panwaslu merekomendasikan kalau kasus ini ada pelanggaran pidana, maka akan diserahkan ke Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Tetapi kalau pelanggaran administrasi, maka akan diserahkan ke KPU, sedangkan kalau ada kesalahan prosedur dalam pencairan PKH, maka akan diserahkan ke Dinas Sosial. (trw/tor)











































