"Saya kira yang dilakukan Hanura sudah tepat, dalam merespon kondisi DPRD Kota Malang, saat ini tidak kuorum. Dan ini bisa menjadi contoh, bagi partai politik lain dalam mengambil sikap dan merespon kondisi di DPRD Kota Malang," ujar Dosen Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Ngesti D Prasetyo pada detikcom, Jumat (27/4/2018).
Sekedar diketahui, Nanda sudah mundur dalam anggota DPRD Kota Malang untuk maju sebagai Cawali di Pilwali Malang 2018. Ketika kontestasi berjalan, 27 Maret 2018 lalu, Nanda ditahan KPK atas kasus korupsi massal melibatkan 18 orang lainnya.
Salah satunya Cawali Moch Anton juga wali kota non aktif, serta 17 anggota DPRD Kota Malang lainnya. Anton juga menjabat Ketua DPC PKB Kota Malang.
Menurut Ngesti, meski dicopot sebagai Ketua DPC, keabsahan Nanda sebagai Cawalkot tetap tak berubah. Menganut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), parpol tak bisa mengubah atau mengganti posisi Nanda.
Pencopotan Nanda, kata dia, hanya akan berdampak terhadap internal partai. "Meskipun sudah dicopot, saya kira tidak ada persoalan. Yang bersangkutan juga sudah mundur dari anggota DPRD," bebernya.
Ngesti berharap, langkah Hanura diikuti parpol lain, dalam merespon persoalan yang terjadi. "Karena ini urgent, parpol harus melakukan hal sama. Untuk tetap menjaga jalannya pemerintahan Kota Malang," ungkap Ngesti.
Beragam alasan parpol belum menyikapi persoalan kadernya, lanjut dia, dinilai adalah hak partai.
"Meskipun dari sudut hukum dibenarkan, itu hanya alasan klise yang disampaikan partai politik. Asumsi saya parpol juga tengah menunggu, apakah ada kader lain yang akan terjerat hukum," tandasnya. (bdh/bdh)








































.webp)













 
             
  
  
  
  
  
  
 