Korlap aksi, Muhlisin mengatakan, pengawasan dan perlindungan tenaga kerja di Jember belum maksimal. Salah satu buktinya, adanya langkah hukum yang dilakukan sejumlah buruh, yang seharusnya itu tidak terjadi, jika Pemkab Jember mampu melakukan perlindungan terhadap pekerja.
"Yang seharusnya itu dilakukan Pemkab Jember untuk menyelesaikan persoalan ini. Dan kami sempat meminta kepada legislatif dan eksekutif untuk menyelesaikan persoalan ini," kata Muhlisin, Kamis (19/4/2018).
Waktu itu, lanjut Muhlisin, legislatif menyepakati akan menyelesaikan persoalan tersebut. Begitu juga dengan bupati Jember dr Faida.
"Pada 2 Mei 2016, bupati menyanggupi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi pekerja. Namun seiring berjalannya waktu, janji itu tak kunjung terealisasi," kata Muhlisin.
Akhirnya pada bulan Januari 2017, buruh mengambil keputusan untuk melakukan proses hukum dengan mengajukan gugatan ke pengadilan Perselisihan Hubunhan Industrial (PHI). Dan pada bulan Juli, pengadilan memenangkan pihak buruh.
"Kemudian pihak perusahaan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Dan Desember kemarin MA tetap memenangkan pihak buruh," terang Muhlisin.
Dari rentetan peristiwa ini, Muhlisin menilai Pemkab Jember masih lemah dalam hal pengawasan dan perlindungan kepada buruh. Oleh karena itu, GMNI meminta Pemkab serius memberikan perlindungan kepada buruh.
"Kami juga mengecam pengusaha yang memperlakukan pekerja secara sewenang-wenang," kata Muhlisin.
Pantauan di lokasi, tak satu pun pejabat pemkab Jember yang menemui pengunjukrasa. Setelah berorasi menyampaikan aspirasinya, para mahasiswa ini kemudian membubarkan diri. (bdh/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini