Aksi ini pun mendapatkan tanggapan dari Kepala BLH Jatim Diah Susilowati. "Jadi hal ini memang sudah bergejolak sejak lama. Saya juga sudah beberapa kali ke lokasi untuk mengecek kondisinya," ujar Diah ketika ditemui usai melakukan mediasi dengan perwakilan aksi di Kantor BLH Jatim, Jalan Wisata Menanggal Surabaya, Kamis (5/4/2018).
Pihaknya mengaku telah meninjau ke lokasi yang dikeluhkan warga bersama beberapa perwakilan dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya untuk mengambil sampel tanah dan air untuk dilakukan pemeriksaan.
"Namun untuk prosesnya kan tidak bisa langsung, kita masih dalam proses menganalisis. Kira-kira hasilnya 1-2 minggu lagi," tambah Diah.
Untuk sementara, Diah menampung aspirasi masyarakat ini. Namun Diah menambahkan, PT PRIA telah mengantongi izin dari pemerintah pusat. Untuk itu, pihaknya tidak bisa menerima aspirasi warga yang menginginkan pabrik ini untuk ditutup atau dipindah.
Hanya saja jika nanti hasil tes sudah keluar dan terkuak jika pencemaran air dan tanah di lokasi akibat dari pembuangan limbah pabrik PT PRIA, maka pihaknya akan memberikan teguran kepada pabrik tersebut. Diah juga mengatakan pencabutan izin bisa juga dilakukan bilamana pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan PT PRIA cukup berat.
"Tapi kan ini masih proses jadi harus bersabar dulu menunggu hasil analisisnya," tambah Diah.
Menanggapi aksi warga ini, Diah mengaku telah memberi saran jika ada keluhan bisa langsung disampaikan kepadanya. Namun karena warga resah menunggu hasil yang terlalu lama, aksi ini pun tak terhindarkan.
"Sudah saya bilang untuk langsung ngomong saja ke saya kalau ada apa-apa. Tapi mungkin warga ini resah karena hasil uji sampelnya belum keluar juga selama beberapa bulan," terang Diah.
Ketika hasilnya telah keluar nanti, Diah berjanji akan dirapatkan dengan warga juga Lurah di daerah Lakardowo. Jika hasilnya benar pembuangan limbah pabrik tersebut menjadi penyebab pencemaran air dan tanah, pihaknya akan memberikan sanksi dan membantu menuntut ganti rugi untuk warga.
"Jika pabrik salah akan ada ganti rugi. Tapi itu nanti karena hasilnya belum valid," ucap Diah.
Menurut Diah, pabrik seperti ini juga harus ada kontrol dari pemerintah agar proseduralnya sesuai dengan apa yang ada. "Mestinya pusat harus ngecek kalau itu teknologinya ndak bagus bisa dicabut izinnya atau diberi peringatan," pungkasnya.











































