Seperti terlihat di salah satu warung kopi Jalan Nginden, Semolo, Sukolilo, Surabaya, Senin (26/3/2018). Suasana ramai. Si pemilik warkop, Alwit Setiawan (30) atau disapa Gundul, senang dengan kondisi itu.
"Di sini berbaur Mas. Orang datang, ngobrol-ngobrol. Main game sama-sama juga bisa," jelas Gundul kepada detikcom.
Gundul memasang WiFi sebagai penarik pembeli. Jadi meski yang ditawarkan hanya kopi dan minuman sachet seharga Rp 4.000 serta cemilan seperti kerupuk, warungnya ramai. Pembeli betah berjam-jam. Paling sedikit 2-3 jam.
"Kalau ada WiFi mereka betah. Jadi pesan (kopi) terus. Habis, pesan lagi, habis, pesan lagi. Tapi, ya, memang ada juga yang cuma satu kali pesan, duduknya lama. Tapi nggak masalah," ujar Gundul yang mengaku omzet warungnya kadang bisa sejuta lebih dalam sehari.
![]() |
"Biasa kalau habis pulang sekolah langsung nongkrong, sering dicariin sama orang rumah. Karena pulangnya sampe maghrib," katanya enteng.
Bukan kopi atau minuman sachet yang jadi tujuan utama Hanif, melainkan WiFi. Ia mengaku lama tidaknya di suatu warung kopi bergantung pada kualitas WiFi.
"Kalau koneksinya udah ngawur, pindah. Cari warung kopi lain," ungkap Hanif.
![]() |
"Kalau malam, banyak mahasiswi ngerjain tugas. Mungkin karena kalau malam udah dikit laki-lakinya, jadi mereka mau datang," jelas Gundul.
Warkop di Jalan Nginden cuma bagian kecil dari fenomena di Surabaya. Di sudut lain, Jl Banyuurip, Sawahan, misalnya. Warkop merakyat berjejeran. Tiap 50 meter, ada warkop. 'Senjata' mereka hanya WiFi. Jualannya kopi dan minuman sachet dan cemilan ala kadarnya. (trw/trw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini