Para praktisi kesehatan yang terdiri dari dokter, perawat, hingga ahli hukum kesehatan berkumpul dalam Seminar 'Solidaritas' Hukum Kesehatan bertajuk "Jeratan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan".
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. DR. Ilham Oetama Masis SpOG mengatakan apa yang kini dialami salah satu perawat yang dituduh melakukan pelecehan seksual, bisa saja akan dialami tenaga medis yang lain. Untuk itu, dia mengatakan forum ini sebagai bentuk solidaritas untuk memberi dukungan.
"Kami punya kewajiban untuk membela rekan-rekan kami," ujar Ilham di Gedung Serbaguna RSAL Dr Ramelan Surabaya, Jalan Gadung, Surabaya, Minggu (25/3/2018).
Kewajiban tersebut, tambah Ilham, berupa memberikan dukungan moril, membantu memberikan pembelaan sesuai prosedur, hingga mendampingi anggota yang terjerat masalah. Namun, Ilham menekankan bahwa bentuk pembelaan ini juga berdasar pada bukti dan fakta yang ada.
"Tapi itu harus bisa dibuktikan kalau yang berangkutan bersalah itu pantas dihukum, tapi kalau dia tidak bersalah, ya itu tidak bisa dihukum, dan akan kami bela," tambahnya.
Selain itu, seminar ini sebenarnya untuk menarik perhatian dari masyarakat bahwa kalangan tenaga medis tidak akan membiarkan anggota sesama profesi menghadapi dan melakukan pembelaan seorang diri.
Menanggapi sidang tersangka yang akan digelar besok, Ilham mengatakan akan mengawal jalannya sidang tersebut.
"Kami kalangan tenaga medis dan tenaga kesehatan akan memonitor, betul tidak apa yang berlangsung, kami juga akan ada untuk melakukan pembelaan misal kalau dia tidak bersalah ya bebaskan," tambah Ilham.
Sementara itu, guna meminimalisir terjadinya hal seperti ini di kemudian hari, Ilham memberikan beberapa imbauan. Pertama, dia menyarankan semua kalangan tenaga kesehatan diharapkan bisa memenuhi semua standar profesi dan standar pelayanan.
Tidak hanya memenuhi saja, tenaga medis juga dituntut melaksanakan ini dengan semaksimal mungkin. Hal ini guna meminimalisir adanya celah yang membuat profesi tenaga medis terancam.
"Kerjakan semua dengan baik, sesuai dengan standar nanti celah-celah ini akan tertutup jadi tidak ada celah untuk mengkriminalisasi dokter atau tenaga medis," kata Ilham.
Senada dengan Ilham, Ketua Panitia dr. Suhardiyono SpOT mengatakan aksi ini bertujuan untuk menyeimbangkan berita dan informasi yang telah tersebar di media sosial yang menurutnya belum tentu benar.
"Belum tentu benar, dalam arti prosedurnya yang kurang benar. Karena kan yang memutuskan benar salahnya itu pengadilan," tambah Suhardiyono.
Tak hanya itu, dia juga mengaku apa yang dituduhkan kepada perawat ini terlalu cepat. "Dalam medis, orang dituduh atau didiagnosa itu melewati pertanyaan-pertanyaan atau analisa, baru diproses dan kemudian diuji laboratorium dan didiagnosa untuk ketemu hasilnya," ujarnya mengibaratkan.
Namun, selama ini yang terjadi di masyarakat justru sebaliknya. Dia merasa bahwa tenaga medis dituduh dulu baru memasuki proses hukum.
"Nah dalam proses ini dia didiagnosa, dituduh, dan didakwa, baru prosesnya belakang. Ini menurut kita tidak pas," tambah Suhardiyono.
Selain itu, dia menekankan jika pasien sedang mendapatkan bius sering terjadi halusinasi. Kasus halusinasi ini memang lumrah terjadi pada pasien yang mendapatkan bius.
"Bius juga menyebabkan halusinasi. Salah satunya halusinasi seksual. Hal ini juga yang terjadi pada Michael Jackson yang menggunakan bius yang sama waktu itu," ujarnya.
Namun dalam hal ini, Suhardiyono tidak berniat untuk menyalahkan pasien. Namun dia tidak menampik jika kemungkinan seperti ini bisa saja dan memang sering terjadi. "Bukan kami menyalahkan pasien, tapi bisa saja itu terjadi halusinasi," tutup Suhardiyono. (iwd/iwd)