Suasana pagi di Desa Karangpatihan tak berbeda dengan desa-desa lain di Ponorogo, Selasa (20/3/2018). Ada yang pergi ke sawah dan ada yang bekerja di rumah. Juga tampak ibu-ibu duduk di depan teras rumah. Yang membedakan dengan desa lain, sesekali warga tunagrahita wara-wiri di sepanjang jalan.
"Mereka biasanya mau ke sawah kalau ada yang manggil buat kerja," tutur warga, Setya Budi, kepada detikcom.
Tungarahita adalah kondisi di mana seseorang mengalami keterbelakangan mental. Daya tangkap pikirannya lemah dan sulit diajak bicara.
Budi, sapaan Setya Budi, mengatakan, biasanya warga tunagrahita bekerja sebagai buruh tani atau buruh bangunan. Hasil kerjanya kadang memang tidak sempurna, tapi mereka memiliki kelebihan tersendiri.
"Contohnya Misdi. Seharian dia bisa betah kerja di sawah atau bikin talut di pinggir sungai. Meski (talut) tidak bisa lurus ya harus diarahkan," jelas Budi.
Tokoh desa, Samuji, menceritakan di tahun 1980-an kondisi desa memang memprihatinkan. Rumah reyot di mana-mana, sebagian besar warga miskin. Tak pernah memikirkan gizi. Menu makanannya nasi aking atau nasi sisa yang dijemur dan diolah lagi.
"Asal perut kenyang saja sudah untung," katanya.
Samuji mengaku beberapa kali dibuat repot oleh warga penyandang tunagrahita. Ada yang suka kabur dari rumah tanpa alasan yang jelas. "Saya antar ke rumah kembali meski saya sebetulnya ada acara. Kasihan keluarganya," tutur bapak 3 anak ini.
Sementara Kepala Desa Karangpatihan, Eko Mulyadi, menuturkan saat ini total warga di desanya berjumlah 4.000-an orang. Sebanyak 98 orang di antaranya penyandang tunagrahita dalam kategori ringan, sedang, hingga berat. Jumlah ini sudah berkurang banyak dibandingkan tahun 1980-an.
Tahun 2009, ada bantuan dari Pemprov Jatim, sebanyak 48 rumah warga dibangun. "Tahun 2010 dibentuk kelompok masyarakat (Pokmas) dengan memberdayakan tunagrahita sebagai pemecah batu," kata Eko.
Sekitar tahun 2011, lanjut Eko, dapat bantuan CSR dari Bank Indonesia (BI) untuk kolam ikan. "Sekarang kolamnya berkembang terus jadi ratusan jumlahnya, memang digunakan untuk pemberdayaan masyarakat," urainya.
Tahun 2013 saat menjabat sebagai kepala desa, Eko mulai memaksimalkan potensi warga tunagrahita dengan membuat Pusat Latihan Kerja (PLK) dan Rumah Harapan. "Di sini dibuat konsep pemberdayaan ekonomi dengan cara menciptakan pendapatan harian, bulanan, triwulanan, dan tahunan," terang Eko.
![]() |
"Dan pendapatan tahunan berupa satu ekor kambing untuk warga tunagrahita," papar Eko.
"Warga tidak lagi menggantungkan nasib dengan uluran bantuan, tapi sudah bisa mandiri dengan bekerja sesuai kemampuan," pungkas Eko.
Beberapa penyandang tunagrahita menikah. Secara fisik dan mental, keturunannya baik-baik saja. Ada harapan lebih baik dari desa ini.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini