Pemerintah desa ini membangun pagar setinggi lebih dari 1 meter mengelilingi lapangan bola voli. Pembuatan pagar ini justru menutup satu-satunya akses jalan bagi 3 keluarga di RT 3 RW 1 Dusun/Desa Kalikatir.
Para korban pembangunan pagar lapangan ini adalah keluarga Sarmin (48)-Kasmiati (49), Kaslan (60)-almarhum Sutinah (50) mertua Sarmin, serta Kodisun (25)-Susiati (23) adik ipar Sarmin.
Ketiga keluarga ini tinggal di dua rumah yang terisolir pagar lapangan. Rumah yang berada di tepi sungai ditempati keluarga Sarmin, sedangkan sisi baratnya ditempati keluarga Kaslan dan Kodisun.
"Mertua saya (Kaslan) tinggal di sini sejak lebih dari 50 tahun yang lalu. Kalau saya sejak 1995, semua tanah ini sudah ada sertifikat hak milik atas nama keluarga kami," kata Sarmin kepada detikcom di rumahnya, Rabu (14/3/2018).
Namun, pada April 2017, ketenteraman keluarga Sarmin mulai terusik. Itu setelah Pemerintah Desa Kalikatir membangun pagar lapangan. Betapa tidak, pagar ini menutup total satu-satunya jalan dari rumah mereka menuju ke jalan desa.
"Untuk keluar rumah ke jalan kampung, kami lewat lapangan voli. Setelah dibangun pagar, kami tak bisa lewat," ujar Suparmin.
Pagar yang dibangun Pemerintah Desa Kalikatir ini mengelilingi lapangan voli yang merupakan tanah kas desa (TKD). Pagar ini menjadi pembatas antara pekarangan keluarga Sarmin dengan aset negara tersebut. Ujung barat pagar mepet dengan rumah warga, sedangkan ujung timur berbatasan dengan sungai.
![]() |
Praktis pagar desa ini membuat ketiga keluarga tersebut terisolir. Satu-satunya jalan untuk keluar dari pekarangan rumah mereka, melalui celah selebar 60 cm antara rumah Kaslan dengan rumah tetangganya. Bagian belakang rumah Kaslan dan Sarmin juga tertutup pagar rumah warga lainnya.
"Saya dan istri sehari-hari kerjanya julan sayur keliling, harus bawa motor. Akibatnya motor ndak bisa masuk ke rumah. Terpaksa saya titipkan di rumah anak saya di depan. Kalau hujan bawa payung ndak bisa karena ndak muat untuk payung," ungkap Sarmin.
Kondisi ini tak lantas membuat Sarmin sekeluarga pasrah. Bapak dua anak ini melayangkan protes mulai dari Pemerintah Desa Kalikatir, Camat Gondang, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) hingga Ombudsman Jatim. Namun, pagar tetap mengisolir rumah mereka.
"Saat Ombudsman datang ke sini, Kades diberi waktu sebulan untuk membuka jalan bagi kami. Namun hingga tiga bulan berlalu, pagar tak dibongkar," terangnya.
Membongkar pagar tersebut, hal yang mudah bagi Sarmin sekeluarga. Namun, niat itu tak pernah dia lakukan lantaran takut dipidanakan oleh Pemerintah Desa Kalikatir.
"Kalau saya bongkar sendiri, bisa dikenakan pidana pengrusakan fasilitas negara. Kami hanya berharap dibukakan jalan selebar dua meter," tegasnya.
Penjabat (Pj) Kepala Desa Kalikatir Kusnadi berdalih, pembangunan pagar lapangan yang menutup jalan Sarmin sekeluarga sudah menjadi kesepakatan warganya. Menurut dia, para korban penutupan jalan ini menolak saat diberi alternatif jalan yang lebih sempit. Mereka memilih melalui jalan lapangan yang merupakan aset Desa Kalikatir.
"Sudah ada komunikasi (dengan para korban), tapi memang dia tak mau terima lewat jalan kecil. Mintanya tetap jalan lapangan supaya bisa keluar masuk mobil," tandasnya. (fat/fat)