Bakteri yang terkandung yakni Salmonela dan Staphylococcus. Kedua jenis bakteri ini sering diketahui sebagai penyebab gangguan pada sistem pencernaan manusia.
"Hasil uji kimia dari sampel makanan yang kita ambil tidak mengandung bahan-bahan kimia beracun. Mulai dari nitrit, sianida, maupun logam berat. Sedangkan pemeriksaan mikrobiologi sempel makanan semua juga negatif. Hanya pada tes bakteorologi pada 3 korban, kami temukan positif mengandung Salmonela dan Staphylococcus," jelas Kepala Bidang Pencegahan Pemberatasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, Krisna Yekti saat dikonfirmasi, Sabtu (10/3/2018).
Krisna menduga, keracunan massal itu terjadi akibat proses pengolahan makanan yang tidak higienis.
"Karena mengolah masakannya bersama-sama, mungkin tidak higienis. Karena tidak semua kalangan masyarakat mengerti tentang higienitas sanitasi makanan," jelasnya.
Sementara untuk mengantisipasi KLB keracunan tidak terjadi lagi, pihaknya berkoordinasi dengan pihak terkait untuk rutin melakukan penyuluhan. Khususnya di daerah yang kerap ada peristiwa serupa.
"Kami juga imbau bagi warga yang memasak dalam jumlah banyak, apalagi untuk acara hajatan. Sebaiknya memilih bahan baku yang kualitasnya masih bagus dan segar," bebernya.
Menurut Krisna, harga bahan baku yang mahal seperti cabai, sering membuat warga tidak berpikir panjang mengolah cabai yang mulai membusuk.
"Padahal cuma dibuat sambal, bukan menu utama. Tapi justru dari sambal dengan kualitas cabai tidak segar ini berpotensi besar mendatangkan musibah keracunan massal," pungkasnya.
72 Warga Dusun Jatiroto, Desa Slorok, Doko, korban keracunan makanan acara aqiqoh, Kamis (15/2). Mereka mendapat perawatan di Puskesmas Doko. 10 Di antaranya harus dirawat intensif di rumah sakit. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini