Kisah Sedih Nurul Mendadak Kehilangan Pendengaran di Usia 4 Tahun

Kisah Sedih Nurul Mendadak Kehilangan Pendengaran di Usia 4 Tahun

Purwoto Sumodiharjo - detikNews
Jumat, 02 Mar 2018 08:18 WIB
Nurul, penderita tuna rungu/Foto: Purwoto Sumodiharjo
Pacitan - Seorang bocah perempuan bermain di antara tumpukan pasir. Tangan mungilnya terus mengais butir-butir bebatuan kecil. Gunturan pasir kering berguguran. Si bocah pun kian larut dalam dunia permainannya.

Bahkan panggilan bertubi-tubi dari sang ibu tak membuatnya beranjak dari sudut halaman rumah di Kecamatan Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Ginem tak menyangka, siang itu merupakan kali terakhir dirinya bisa berkomunikasi verbal dengan Nurul Maghfiroh.

Kala itu usia Nurul baru 4 tahun. Tanpa sebab pasti, anak keempat dari lima bersaudara itu mendadak tidak mampu merespons bunyi di sekitarnya. Bahkan sekadar bersuara pun ia juga tak bisa.

"Saya baru sadar anak saya tidak dapat mendengar setelah diberi tahu saudara," ujar Ginem di rumahnya, Dusun Pageran, Desa Bubakan, Kecamatan Tulakan, Pacitan, Jumat (2/3/2018).

Sebagai ibu Ginem tak mampu menyembunyikan rasa terkejut. Apalagi sejak lahir Nurul tak menunjukkan keganjilan apapun. Gerak-geriknya juga lincah. Sama sekali tidak tampak gejala sakit atau mengidap gangguan fungsi panca indera.

"Sejak lahir perilaku Nurul biasa saja, seperti anak-anak pada umumnya," kenang Ginem terkait masa kecil putri kesayangannya.

Puji Sih Pramono (50), ayah Nurul tak kalah terkejut. Usai mendengar cerita sang istri, Darman, sapaan akrab Puji, berinisiatif membawa Nurul ke fasilitas kesehatan. Namun kondisi Nurul tak berubah. Malah indera pendengarannya makin sulit menangkap suara dari sekitar.

Tak lelah mencoba, Darman dan istrinya lantas menempuh pengobatan non medis. Toh, cara itu tak banyak membantu. Hampir semua metode pengobatan telah ditempuh. Bahkan hingga akhirnya keluarga itu memutuskan pindah tempat ke Pacitan upaya menyembuhkan Nurul terus mereka lakukan.

"Pokoknya tiap ada orang memberi tahu ada tempat pengobatan kami usahakan mendatangi, baik medis maupun non medis," papar Darman di rumahnya yang sederhana.

Darman memang bukan orang yang mampu secara ekonomi. Pekerjaannya sebagai buruh tani dengan pendapatan tak menentu jelas tak sepadan dengan biaya pengobatan ke dokter spesialis THT. Belum lagi dia harus menanggung hidup keluarga. Darman tinggal bersama Ginem, Nurul, dan Khoirunnisa (2), cucu perempuan Darman dari anak pertama.

Himpitan keadaan tak menyurutkan tekad Darman menjadi ayah paripurna. Salah satu mimpinya adalah melihat Nurul bisa mendengar lagi.

"Kalau sudah punya uang saya pingin membawa Nurul ke THT atau membelikan alat bantu pendengaran. Tapi ya itu, harganya mahal," tutur Darman sembari menyeka peluh yang sesekali membasahi dahinya yang mulai keriput dimakan usia. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.