Pertama, situs utama dari pemandian ini, yaitu miniatur patung Dewi Sri berada di dasar kolam atau terendam air.
"Sayang ini pemandangan yang paling indah untuk dinikmati justru tidak bisa dilihat, tertutup air. Hanya seperti melihat kolam saja ini. Sayang sekali, seharusnya ini dibuatkan saluran pembuangan air," ungkap seorang pengunjung asal Madiun, Wahyu (35) di lokasi.
Diamini oleh penjaga Petirtaan Dewi Sri, Sumiran, situs ini memang membutuhkan tempat pembuangan air agar apa yang tersembunyi di dalamnya bisa dilihat.
"Kendala kita tidak ada pembuangan air, soalnya ini berada di bawah permukaan tanah," timpalnya kepada detikcom, Selasa (27/2/2018).
![]() |
Sumiran menambahkan satu-satunya waktu di mana miniatur patung ini bisa dilihat adalah saat warga melakukan ritual 'Nguras Mbeji' saat bulan Suro. "Biasanya rame-rame warga menguras air sampai bersih. Nah waktu kolam tidak ada air akan terlihat, miniatur arca bergambar wanita cantik Dewi Sri terlihat," katanya.
Kedua, situs ini tidak terawat, sebab Pemkab Magetan memang kurang memperhatikan situs bersejarah ini.
"Pemkab Magetan kurang merespons dan Bupati saja selama menjabat 10 tahun baru sekali datang. Di samping itu luas lokasi juga sangat sempit, jadi kalau penambahan fasilitas butuh perluasan lahan dan belum tentu pemilik tanah di sekitar boleh," katanya.
Ini pulalah yang membuat Sumiran enggan memasang tiket masuk untuk pengunjung pemandian ini. "Karena keterbatasan fasilitas, menjadi kendala untuk dilakukan penarikan retribusi. Kita tidak enak kalau mau menarik, soalnya hanya seperti ini kondisinya," jelasnya.
![]() |
"Dibuatkan arena bermain anak dan keluarga di sekitar lokasi sangat perlu. Kalau cuma begini pengunjung kan males balik lagi, hanya melihat seperti kolam yang airnya juga keruh," tambah Wahyu sembari meninggalkan lokasi.
(lll/iwd)