Satu-satunya pesona yang dimiliki pemandian ini adalah situs di mana terdapat miniatur patung yang diyakini sebagai Dewi Sri dan letaknya di dasar kolam. Untuk bisa melihatnya, dibutuhkan sebuah ritual khusus yang disebut 'Nguras Mbeji'.
Ritual ini digelar setahun sekali, oleh warga Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, tepatnya setiap hari Jumat Pahing pada bulan Muharram atau Suro.
Dalam ritual ini warga bergotong royong untuk menguras air yang 'merendam' situs miniatur Dewi Sri. Selain untuk melihat kecantikan Dewi Sri, ritual ini juga diyakini menjadi upaya tolak balak bagi desa mereka.
"Warga mempercayai agar tidak ada musibah atau bencana di desa kami. Acaranya setiap bulan Suro, biasanya warga ramai-ramai gotong royong," jelas Kepala Desa Simbatan Sugianto kepada detikcom Jumat (23/2/2018).
![]() |
Penjaga Petirtaan Dewi Sri, Sumiran juga mengatakan bahwa untuk bisa melihat patung Dewi Sri hanya bisa dilakukan saat ritual ini berlangsung.
"Kalau dikuras baru kelihatan. Untuk mengetahui bentuk miniatur yang ada di dasar kolam tersebut pengunjung bisa datang saat acara ritual 'Nguras Mbeji' atau menguras air yang menutup miniatur Dewi Sri," cerita Sumiran.
Sumiran menggambarkan, sebelum 'terendam' seperti saat ini, arca Dewi Sri terlihat dari atas kolam dan tepat pada dada kiri dan kanannya keluar sumber air yang bersih. Hal ini diungkapkan Sumiran terjadi dalam kurun tahun 1933 - 1942.
"Dulu sebagian besar wisatawan dari luar Magetan mengambil dan memanfaatkan air itu untuk pengobatan segala macam penyakit. Tapi kalau sekarang airnya tidak bersih jadi jarang yang membawa pulang air," tuturnya.
![]() |
Sugianto mengatakan, saat acara ritual 'Nguras Mbeji', warga membawa beragam makanan berupa tumpeng lengkap dengan aneka lauk pauk yang kemudian disantap bersama-sama.
Dalam ritual juga dihadirkan kesenian tradisional tari gambyong lengkap dengan 2 hingga 3 sinden yang menghibur pengunjung. (lll/iwd)