Seperti halnya yang diutarakan Nur Wahid. Pria asal Jember ini mengaku baru pertama kali mencoba alat parkir meter yang ada di Taman Bungkul. Namun, Wahid merasa alat ini cukup mudah untuk digunakan.
"Ini pertama kali nyobain alat parkir meter, lumayan enak lah dan ndak terlalu ribet ternyata," ujar Nur Wahid kepada detikcom.
Alat parkir meter yang ada di Taman Bungkul ini memang telah dilengkapi panduan yang berada tepat di bawah mesin untuk memudahkan pengguna yang baru pertama kali mencoba.
Selain itu akan ada beberapa juru parkir yang ditempatkan untuk membantu dan memberitahu pengunjung cara menggunakan alat parkir meter.
![]() |
Wahid menambahkan, penggunaan parkir meter ini juga cukup aman karena dulunya banyak juru parkir yang tidak bertanggung jawab dengan menarik tarif seenaknya. Kini, setelah ada parkir meter, ia mengaku lega tidak akan ada lagi juru parkir yang menarik tarif di luar ketentuan atau menarik uang tunai untuk parkir.
Hal ini juga diamini Asmuni. Pria yang telah menjadi juru parkir selama 21 tahun ini mengatakan jika seluruh pengunjung Taman Bungkul sudah memakai parkir meter untuk memarkir kendaraannya. Namun, dia menyayangkan jika tidak semua pengunjung memiliki uang elektronik untuk membayar.
"Kalau parkir memang sudah memakai mesin parkir meter, tapi banyak yang masih belum punya uang elektronik," ujar Asmuni.
Untuk menyiasatinya, Asmuni meminjamkan kartu parkirnya dan uang pembayaran parkir secara tunai akan ia setorkan ke pemerintah kota. Sedangkan penghasilannya, Asmuni mengaku telah mendapatkan gaji dari pemkot sesuai dengan UMK yang berlaku di Surabaya.
Bagi pria asal Pasuruan ini, tidak ada perbedaan mencolok terkait ada atau tidaknya mesin parkir meter, karena kewajibannya untuk mengamankan kendaraan yang parkir tidak berubah. (lll/fat)